Problematika Pokok, Filsafat Pendidikan,
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Seorang guru sekolah dasar
sewajarnya memahami filsafat dalam melaksanakan tugasnya sebagi pendidik, yang
nanti pada akhirnya kita dapat menentukan sikap yang sesuai dengan tuntutan
kita sebagai pendidik. Selain itu kita sudah sepatutnya memahami filsafat dalam
praktek pembelajaran yang mengarahkan peserta didik pada sutu kepribadian yang
diharapkan. Dan mampu berperan dalam hubungan sosial. Selain itu kita nantinya
perlu memahami lebih dalam berbagai filsafat yang berkembang dalam dunia
pendidikan. Sehingga sikap kita sebagai guru dapat menjadi sosok yang patut
diteladani. Baik dalam menyeles ikan masalah-masalah yang ada kaitannya dengan
masalah filsafat pendidikan.
Perubahan itu mendorong manusia
memikirkan kembali pengertian tentang kebenaran. Sebab setiap terjadi perubahan
dalam peradaban akan berpengaruh terhadap sistem nilai yang berlaku, karena
antara perubahan peradaban dengan cara berfikir manusia terdapat hubungan
timbal balik. Pendidikan adalah upaya mengembangkan potensi-potensi manusiawi
peserta didik, baik potensi fisik, potensi cipta, rasa maupun karsanya agar
dasar kependidikan adalah cita-cita kemanusiaan universal. Karenanya pendidikan
bertujuan menyiapkan pribadi dalam keseimbangan, kesatuan, organis, dinamis,
guna mencapai tujuan hidup kemanusiaan, melalui filsafat kependidikan. Filsafat
pendidikan adalah filsafat yang digunakan dalam studi mengenai masalah-masalah
pendidikan.
Filsafat
diakui sebagai induk pengetahuan (Mother
of Science) yang mampu
menjawab segala pertanyaan dan permasalahan. Mulai dari masalah-masalah yang
berhubungan dengan alam semesta hingga masalah manusia dengan segala
problematika kehidupannya, salah satunya ialah pendidikan. Filsafat
dan pendidikan merupakan dua elemen yang harus selalu beriringan dan tidak
boleh dipisahkan. Seperti yang telah kita pelajari bahwa pendidikan tanpa
adanya nilai-nilai filsafat didalamnya, maka akan melahirkan generasi yang
pintar namun miskin moral.
Kemunculan filsafat pendidikan jauh sejak sebelum masehi, akan tetapi
seiring kemunculannya tentu tidak lepas dari masalah-masalah dari filsafat
pendidikan itu sendiri meskipun filsafat mampu menjawab segala pertanyaan dan
permasalahan. Apa saja masalah-masalah yang terdapat dalam filsafat pendidikan
?.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang
telah dipaparkan di atas, penulis mencoba mengemukakan beberapa permasalahan
pokok berkaitan dengan materi makalah
ini, yaitu;
1. Apakah yang dimaksud filsafat
pendidikan?
2. Apa
saja masalah-masalah yang terdapat dalam filsafat pendidikan ?.
C.
Tujuan
Tujuan
yang ingin di capai dalam pembuatan makalah ini adalah:
1.
Mahasiswa
agar dapat memahami secara menyeluruh mengenai filsafat pendidikan.
2.
Menjadi
suatu bekal bagi para pendidik untuk menghadapi masalah dalam pendidikan.
3.
Dapat mencari solusi dari problem-problem yang terdapat
pada filsafat dan pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi Filsafat Pendidikan
Filsafat
pendidikan adalah aktivitas pikiran yang teratur yang menjadikan filsafat
sebagai jalan untuk mengatur, menyelaraskan, dan memadukan proses pendidikan.
Artinya, filsafat pendidikan dapat menjelaskan nilai-nilai dan
maklumat-maklumat yang diupayakan untuk mencapainya. Dalam hal ini, filsafat,
filsafat pendidikan, dan pengalaman kemanusiaan merupakan faktor yang integral.
Filsafat pendidikan juga bisa didefinisikan sebagai kaidah filosof dalam bidang
pendidikan yang menggambarkan aspek-aspek pelaksanaan falsafah umum dalam upaya
memecahkan persoalan-persoalan pendidikan secara peraktis.
Menurut
Jhon Dewey, filsafat pendidikan merupakan suatu pembentukan kemampuan dasar
yang fudamental, baik yang menyangkut daya pikir (intelektual) maupun daya
perasaan (emosional) menuju tabiat manusia. Menurut Imam Barnadib filsafat
pendidikan merupakan ilmu uang pada hakikatnya merupakan jawaban dari
pertanyaan-pertanyaan dalam bidang pendidilkan. Baginya filsafat pendidikan
merupakan aplikasi suatu analisis filosof terhadap pendidikan.
Untuk
mendapatkan pengertian filsafat pendidikan yang lebih sempurna (jelas), ada
baiknya kita melihat beberapa konsep mengenai pengertian pendidikan itu
sendiri. Pendidikan adalah bimbingan ecara sadar dari pendidik terhadap
perkembangan jasmani dan ruhani anak didikmenuju terbentuknya manusia yang
memiliki yang utama dan ideal.
Dalam
pandangan Jhon Dewey, pendidikan adalah sebagai proses pembentukan
kemampuan dasar yang fudamental, yang menyangkut: daya pikir (intelektual)
maupun daya rasa (emosi). Dalam hubungan ini Al-Syaibani menjelaskan bahwa
pendidikan adalah usaha mengubah tingkah laku individu dalam kehidupan
pribadinya sebagai bagian dari kehidupan masyarakat dan kehidupan alam
sekitarnya.
Dengan
demikian, dari uraian di atas dapat kita tarik suatu pengertian bahwa filsafat
pendidikan sebagai ilmu pengetahuan normatif dalam bidang pendidikan merumuskan
kaidah-kaidah norma-norma dan atau ukuran tingkah laku perbuatan yang
sebenarnya dilaksanakan oleh manusia dalam hidup dan kehidupannya.
Filsafat,
jika dilihat dari fungsinya secara peraktis, adalah sebagai sarana bagi manusia
untuk dapat memecahkan berbagai problematika kehidupan yang dihadapinya,
termasuk dalam problematika dalam pendidikan. Oleh karena itu di simpulkan
bahwa filsafat merupakan arah dan pedoman atau pijakan dasar bagi ilmu yang
pada hakikatnya merupakan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan dalam bidang
pendidikan yang merupakan penerapan analisis filosofis dalam lapangan pendidikan
.
Sebelum membicarakan problematika filsafat pendidikan, kita telaah terlebih
dahulu definisi filsafat itu sendiri. Imam Barnadib mendefinisikan filsafat
pendidikan sebagai “ilmu pendidikan yanng bersendikan filsafat atau filsafat
yang diterapkan dalam usaha pemikiran dan pemecahan masalah pendidikan”.
Dari definisi di atas dapat dijelaskan bahwa filsafat
pendidikan dapat didekati dari problema-problema pendidikan bersifat filosofis
yang memerlukan jawaban yang filosofis pula. Di samping itu, filsafat
pendidikan dapat pula didekati dari ide-ide filosofis yang diterapkan
untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan.
Dalam tulisan ini, pendekatan kedua lebih ditekankan, dibandingkan
pendekatan pertama.
Makna Pendidikan dalam
arti luas merupakan usaha manusia untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya,
yang berlangsung sepanjang hayat. Pendidikan merupakan suatu proses pertumbuhan
dan perkembangan, sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungn sosial dan
lingkungan fisik, berlangsung sepanjang hayat sejak manusia lahir. Warisan
sosial merupakan bagian dari lingkugan masyarakat, merupakan alat bagi manusia
untuk pengembangan manusia yang terbaik dan inteligen, untuk meningkatkan
kesejahteraan hidupnya.
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang.
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang.
Pendidikan nasional
berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan
martabat manusia Indonesia dalam rangka upaya mewujudkan tujuan nasional. Dari
pengertian di atas ada beberapa prinsip dasar tentang pendidikan yang
dilaksanakan:
Pertama, bahwa pendidikan berlangsung seumur hidup.Usaha
pendidikan sudah dimulai sejak manusia lahir dari kandungan ibunya sampai tutup
usia, sepanjang ia mampu menerima pengaruh dan dapat mengembangkan dirinya.
Suatu konsekuensi dari konsep pendidikan sepanjang hayat adalah, bahwa pendidikan
tidak identik dengan persekolahan. Pendidikan akan berlangsung dalam lingkungan
keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Kedua, bahwa tanggung jawab pendidikan merupakan tanggung
jawab bersama semua manusia. Pemerintah, masyarakat, harus berusaha semaksimal
mungkin agar pendidikan mencapai tujuan yang ditetapkan.
Ketiga, bagi manusia pendidikan merupakan suatu keharusan
karena dengan pendidikan manusia akan memiliki suatu kemampuan dan kepribadian
yang berkembang, yang disebut manusia seluruhnya. Pendidikan pada dasarnya
suatu hal yang tidak dapat dielakkan oleh manusia, suatu perbuatan yang tidak
boleh tidak terjadi, karena pendidikan itu membimbing generasi muda untuk
mencapai suatu generasi yang lebih baik. Dari tiga prinsip di atas, tersirat
pesan bahwa pendidikan merupakan proses transformasi nilai dari generasi ke
generasi berikutnya. Proses transformasi nilai ini dilakukan melalui kegiatan
mendidik, mengajar, dan melatih. Maka, dalam pelaksanaannya, ketiga kegiatan
tersebut harus berjalan secara terpadu dan berkelanjutan serta serasi dengan
perkembangan peserta didik dan lingkungan hidupnya.
Nilai-nilai yang akan
kita transformasikan tersebut mencakup nilai-nilai religi, nilai-nilai
kebudayaan, nilai-nilai sains dan teknologi, nilai-nilai seni, dan nilai
keterampilan. Nilai-nilai yang ditransformasikan tersebut dalam rangka
mempertahankan, mengembangkan, bahkan kalau perlu mengubah kebudayaan yang
dimiliki masyarakat. Maka, di sini pendidikan akan berlangsung dalam kehidupan.
Filsafat Pendidikan fisafat, selain memiliki lapangan tersendiri, ia memikirkan
asumsi fundamental cabang-cabang pengetahuan lainnya. Apabila filsafat
berpalilng perhatiannya pada sains, maka akanlahir filsafat sains. Apabila
filsafat menguji konsep dasar hukum, maka akan lahir filsafat hukum. Dan,
apabila filsafat berhadapan dan memikirkan pendidikan, maka akan lahirlah
filsafat pendidikan.
Al-Syaibany (1979)
dalam Uyoh Sadulloh (2009) menyatakan bahwa filsafat pendidikan adalah
pelaksanaan pandangan falsafah dan kaidah falsafah dalam bidang pendidikan.
Filsafat itu mencerminkan satu segi dari segi pelaksanaan falsafah umum dan
menitikberatkan kepada pelaksanaan prinsip-prinsip dan kepercayaan-kepercayaan
yang menjadi dasar dari falsafah umum dalam menyelesaikan masalah-masalah pendidikan
secara praktis.
Filsafat pendidikan bersandarkan pada filsafat formal atau filsafat umum. Dalam arti bahwa masalah-masalah pendidikan merupakan karakter filsafat. Masalah-masalah pendidikan akan berkaitan dengan masalah-masalah filsafat umum, seperti:
Filsafat pendidikan bersandarkan pada filsafat formal atau filsafat umum. Dalam arti bahwa masalah-masalah pendidikan merupakan karakter filsafat. Masalah-masalah pendidikan akan berkaitan dengan masalah-masalah filsafat umum, seperti:
a)
Hakikat
kehidupan yang baik, karena pendidikan akan berusaha untuk mencapainya;
b)
Hakikat manusia,
karena manusia merupakan makhluk yang menerima pendidikan;
c)
Hakikat
masyarakat, karena pendidikan pada dasarnya merupakan suatu proses sosial;
d)
Hakikat realitas
akhir, karena semua pengetahuan akan berusaha untuk mencapainya.
Selanjutnya al-Syaibany
(1979) mengemukakan bahwa terdapat beberapa tugas yang diharapkan dilakukan
oleh seorang filsuf pendidikan, di antaranya:
a)
Merancang dengan
bijak dan arif untuk menjadikan proses dan usaha-usaha pendidikan pada suatu
bangsa;
b)
Menyiapkan
generasi muda dan warga negara umumnya agar beriman kepada Tuhan dengan segala
aspeknya;
c)
Menunjukkan
peranannya dalam mengubah masyarakat, dan mengubah cara-cara hidup mereka ke
arah yang lebih baik;
d)
Mendidik akhlak,
perasaan seni, dan keindahan pada masyarakat dan menumbuhkan pada diri mereka
sikap menghormati kebenaran, dan cara-cara mencapai kebenaran tersebut. Filsuf
pendidikan harus memiliki pikiran yang benar, jelas, dan menyeluruh tentang
wujud dan segala aspek yang berkaitan dengan ketuhanan, kemansiaan, pengetahuan
kealaman, dan pengetahuan sosial. Filsuf pendidikan harus pula mampu memahami
nilai-nilai kemanusiaan yang terpancar pada nilai-nilai kebaikan, keindahan,
dan kebenaran.
Keneller
(1971) menyebutkan filsafat pendidikan merupakan aplikasi filsamat dalam
lapangan pendidikan. Seperti halnya filsafat, filsafat pendidikan dapat
dikatakan spekulatif, preskriptif, dan analitik. Filsafat pendidikan dikatakan
spekulatif karena berusaha membangun teori-teori hakikat manusia, hakikat
masyarakat, hakikat dunia, yang sangat bermanfaat dalam menafsirkan data-data
sebagai hasil penelitian sains yang berbeda.
Filsafat
dikatakan preskriptif apabila filsafat pendidikan menentukan tujuan-tujuan yang
harus diikuti dan dicapainya, dan menentukan cara-cara yang tepat dan benar
untuk digunakan dalam mencapai tujuan tersebut. Pendidikan yang bedasarkan pada
falsafah Pancasila yang dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989
adalah preskriptif. Karena, secara tersurat menentukan tujuan pendidikan yang
akan dicapai. Pendidikan yang berdasarkan Pancasila juga menentukan cara-cara
untuk mencapai tujuan tersebut, dengan melalui jalur pendidikan sekolah dan
luar sekolah, dilengkapi pula dengan aturan-aturan yang berkaitan dengan
pelaksanaannya.
Filsafat
pendidikan dikatakan analitik, apabila filsafat pendidikan menjelaskan
pertanyaan-pertanyaan spekulatif dan preskriptif. Misalnya menguji rasionalitas
yang berkaitan dengan ide-ide atau gagasan-gagasan pendidikan, dan menguji
bagaimana konsistensinya dengan gagasan lain. Misalnya kita memperkenalkan
konsep Cara Belajar Siswa Aktif. Kita kaji konsep tersebut dengan menganalisis
dari sudut pandang falsafah Pancasila. Filsafat pendidikan analitik menguji
secara logis konsep-konsep pendidikan, seperti apa yang dimaksud dengan
Pendidikan Dasar 9 Tahun, Pendidikan Akademik, Pendidikan Seumur Hidup, dan
sebagainya.
Filsafat
pendidikan harus mampu memberikan pedoman kepada para perencana pendidikan, dan
orang-orang yang bekerja dalam bidang pendidikan. Hal tersebut akan mewarnai
perbuatan mereka secara arif dan bijak, menghubungkan usaha-usaha pendidikannya
dengan falsafah umum, falsafah bangsa dan negaranya. Pemahaman akan filsafat
pendidikan akan menjauhkan mereka dari perbuatan meraba-raba, mencoba-coba
tanpa rencana dalam menyelesaikan masalah-masalah pendidikan.
Filsafat
pendidikan juga secara vital berhubungan dengan pengembangan semua aspek
pengajaran. Dengan menempatkan filsafat pendidikan pada tataran praktis, para
guru dapat menemukan berbagai pemecahan pada banyak permasalahan pendidikan.
Lima tujuan filsafat pendidikan dapat mengklarifikasi bagaimana dapat
berkontribusi pada pemecahan-pemecahan tersebut:
a)
Filsafat
pendidikan terkait dengan peletakan suatu perencanaan, apa yang dianggap
sebagai pendidikan terbaik secara mutlak.
b)
Filsafat
pendidikan berusaha memberikan arah dengan merujuk pada macam pendidikan yang
terbaik dalam suatu konteks politik, sosial, dan ekonomi.
c)
Filsafat pendidikan
dipenuhi dengankoreksi pelanggaran-pelanggaran prinsip dan kebijakan
pendidikan.
d)
Filsafat
pendidikan memusatkan perhatian pada isu-isu dalam kebijakan dan praktek
pendidikan yang mensyaratkan resolusi, baik dengan penelitian empiris ataupun pemeriksaan
ulang rasional.
e)
Filsafat
pendidikan melaksanakan suatu inkuiri dalam keseluruhan urusan pendidikan
dengan suatu pandangan terhadap penilaian, pembenaran, dan pembaharuan
sekumpulan pengalaman yang penting untuk pembelajaran. Terdapat suatu hubungan
yang kuat antara perilaku seorang guru dengan keyakinannya mengenai pengajaran
danpembelajaran, siswa, pengetahuan, dan apa yang bermanfaat untuk diketahui.
Terlepas di mana seseorang berdiri berkenaan dengan kelima dimensi pengajaran
tersebut, guru harus tahu perlunya merefleksikan secara berkelanjutan pada apa
yang ia sangat yakini dan kenapa ia meyakininya.
Dari
uraian di atas terlihat bahwa peranan guru yang strategis, karena di tangannya
terletak nasib generasi penerus, mengharuskan para guru memahami hakikat nilai,
etika, estetika, sains, teologi, alam (kosmos), pendidikan, dan hakikat anak
didik. Pemahaman terhadap lapangan filsafat memberikan panduan dan dapat
menumbuhkan keyakinan terhadap misi pendidikan yang diembannya sehingga
tercipta perilaku mengajar yang lebih bermakna dan lebih bermanfaat bagi
peserta didik.
B.
Tiga Masalah Utama Filsafat
Sidi Gazalba (1973)
dalam Uyoh Sadulloh (2009) mengemukakan bidang permasalahan filsafat terdiri
atas:
1. Metafisika, dengan pokok-pokok masalah:
filsafat hakikat atau ontologi, filsafat alam atau kosmologi, filsafat manusia,
dan filsafat ketuhanan atau teodyce.
2. Teori pengetahuan, yang mempersoalkan: hakikat
pengetahuan, dari mana asal atau sumber pengetahuan, bagamana membentuk
pengetahuan yang tepat dan yang benar, apa yang dikatakan pengetahuan yang
benar, mungkinkah manusia mencapai pengetahuan yang bendar dan apakah dapat
diketahui manusia, serta sampai di mana batas pengetahuan manusia.
3. Filsafat nilai, yang membicarakan: hakikat
nilai, di mana letak nilai, apakah pada bendanya, atau pada perbuatannya, atau
pada manusia yang menilainya, mengapa terjadi perbedaan nilai antara seseorang
dengan orang lain, siapakah yang menentukan nilai, mengapa perbedaan ruang dan
waktu membawa perbedaan penilaian.
Selanjutnya Butler (1957) mengemukakan beberapa yang
dibahas dalam filsafat, yaitu:
1. Metafisika, membahas: teologi, kosmologi, dan
antropologi.
2. Epistemologi,
membahas: hakikat pengetahuan, sumber pengetahuan, dan metode pengetahuan.
3. Aksiologi, membahas:
etika dan estetika.
Alat-alat yang digunakan dalam merumuskan dan
mengklarifikasikan filsafat pendidikan, adalah berkaitan dengan lapangan
filsafat yang menjadi perhatian sentral bagi guru: metafisika, epistemologi,
aksiologi, etika, estetika, dan logika. Masing-masing dari bidang ini
memfokuskan pada salah satu pertanyaan yang berhubungan dengan
pertanyaan-pertanyaan Apakah hakekat dari realitas? Apakah hakekat dari
pengetahuan dan apakah kebenaran dapat dicapai? Menurut nilai-nilai apakah
seharusnya seseorang itu tinggal dalam kehidupan? Apakah yang baik dan apakah
yang buruk? Apakah hakikat dari kecantikan dan pengalaman? Dan akhirnya apakah
proses-proses nalar memberikan hasil-hasil yang valid secara konsisten?
Di dalam filsafat, terdapat tiga
masalah utama, yakni :
§ masalah
keberadaan termasuk masalah kenyataan,
§ masalah
pengetahuan termasuk masalah kebenaran dan,
§ masalah
nilai.
Masalah yang dikaji dalam cabang
filsafat yaitu:
Metafisika, tujuan
pendidikan sesuai dengan pandangan tentang dunia yang bagaimana manusia hidup.
Epistemologi, kurikulum
yang bagaimana untuk mencapai tujuan.
Aksiologi, Nilai
yang mana yang menjadi pokok rujukan untuk menentukan tujuan
pendidikan.
Dari uraian diatas dapat dibuatkan bagan sebagai
berikut :
Filsafat Pendidikan
ü Filsafat
<-------------------------------------------- Pendidikan
(Problema-problema
pendidikan)
ü Filsafat
------------------------------------------- Pendidikan
(Ide-ide filosofis)
Masalah Utama Filsafat
ü Keberadaan
(kenyataan) ------------------- Metafisika
ü Pengetahuan
(Kebenaran) ------------------- Epistimologi
ü Nilai
------------------- Aksiologi
Pendidikan dan Masyarakat, Problematika
filsafat pendidikan dapat juga bersumber dari problem-problem yang muncul dalam
bidang pendidikan itu sendiri.
Misalnya,
mengenai makna pendidikan itu sendiri sampai sekarang selalu dipermasalahkan
terkait dengan munculnya aliran pemikiran baru seperti aliran-aliran:
poststruktualist, postmodernist, postpatriarchal dan post-Marxist. Juga,
terkait dengan perubahan-perubahan yang terjadi di dalam masyarakat. Kita tentu
sangat sadar bahwa proses pendidikan itu tidak berlangsung di ruang kosong,
melainkan berada di tengah-tengah masyarakat yang selalu berubah
cepat, sehingga apa yang terjadi dalam
masyarakat akan berpengaruh pada bidang pendidikan.
Beberapa
contoh dapat di kemukakan di sini secara umum, misalnya : kurikulum
harus selalu disesuaikan dengan perkembangan
masyarakat. Contoh lain misalnya : apa yang
disampaikan oleh Komisi Pendidikan UNESCO agar
lembaga pendidikan lebih memfokuskan pada empat pilar pendidikan yang
fundamental, yakni : learning to know, learning to do, learning to live
together and learning to be. Bahkan Komisi tersebut merekomendasikan agar
learning to live together lebih dikedepankan tanpa meninggalkan yang lain,
karena terkait dengan kemajemukan berbagai hal yang terjadi dalam masyarakat.
Sebaliknya, pelaksanaan pendidikan juga berpengaruh secara signifikan terhadap
kualitas masyarakat di sekitarnya.
1) Masalah Realitas
Masalah keberadaan (being) adalah masalah yang paling umum,
karena menyangkut keberadaan pada umumnya, baik “yang ada” dalam khayalan
maupun dalam kenyataan, sehingga dibedakan antara “being” dan “reality”.
Pengertian
being meliputi baik yang tidak nyata(khayali), maupun yang nyata. “yang nyata” atau
reality itu sendiri ada yang tidak bersifat publik dalam arti tidak dapat
didekati secara inderawi, dan ada pula yang bersifat publik dalam arti dapat di
dekati secara inderawi. Yang terakhir ini oleh kattsoff disebut existance (eksistensi).
“Yang ada” dapat pula dibedakan
antara yang umum dan yang khusus. Yang bersifat umum dikaji dalam ontologi,
sedangkan bersifat khusus meliputi :
o
Tuhan (Theologi Filosofis)
o
Alam Semesta (Kosmologi Filosofis)
o
Manusia (Antropologi Filosofis)
Jika
filsafat manusia mencari jawab terhadap pertanyaan sentral “apakah hakekat
manusia itu ?”, maka filsafat pendidikan mencari jawab terhadap pertanyaan
sentral “apakah hakekat pendidikan itu ?”, Ini berarti, jika pengertian
tentang hakekat manusia telah dirumuskan secara jelas.maka pengembangan terhadap
hakekat manusia itu memerlukan pendidikan sehingga
pendidikan itu diselenggarakan dalam upaya untuk mengaktualisasikan
potensi manusia (peserta didik) ke arah pengembangan yang positif, baik segi
jasmaniahnya maupun segi rohaniahnya (kognitif, afektif, dan konatif) atau
dalam pandangan yang lain, segi-segi : individualitas, sosialitas, moralitas,
maupun religiusitasnya secara integral. Jadi, seluruh aspek atau segi
kemanusiaan memerlukan upaya pendidikan untuk mengembangkannya. Filsafat
Pendidikan sebenarnya malanjutkan apa yang telah
dikaji oleh Antropologi.
2)
Masalah
Pengetahuan
Masalah pengetahuan termasuk
masalah kebenaran juga menjadi salah satu masalah
utama filsafat.
Apakah
hakekat pengetahuan itu? Bagaimana kita (umat manusia)
dapat memperoleh pengetahuan? Pandangan epistemologis antara lain akan menjawab
bahwa pengetahuan manusia diperoleh lewat kerjasama antara subyek yang
mengetahui dan obyek yang diketahui.
Pengetahuan manusia tidak mungkin ada tanpa salah satunya,
sehingga pengetahuan manusia selalu subjektif - obyektif atau obyektif - subyektif.
Disini terjadi kemanunggalan antara subyek
dan obyek. Subyek dapat mengetahui obyeknya, karena
dalam dirinya memiliki kemampuan - kemampuan, khususnya kemampuan
akali dan inderawinya. Dalam kenyataan, manusia dapat
memperoleh pengetahuan lewat berbagai sumber
atau sarana seperti : pengalaman inderawi dan pengalaman batin
(external sense experience and internal sense experience), nalar
(reason), baik melalui penalaran deduktif maupun induktif (deductive and
inductive reasoning), intuisi (intuition), wahyu (revelation), keyakinan
(faith), authority (orang yang ahli dalam bidangnya) ,dan lewat tradisi dan
pendapat umum (tradition and common-sense).
Meskipun
manusia dengan segala kemampuannya telah dan akan berupaya terus untuk
mengetahui obyeknya secara total dan utuh, tetapi dalam kenyataan, manusia
tidak mampu untuk merengkuh obyeknya secara total dan utuh.
Apa
yang diketahui manusia selalu saja ada yang tersisa. Dalam
istilah Michael Polanyi (1996), “ada segi
tak terungkap dari pengetahuan manusia”.Dengan kata
lain, manusia hanya mampu mengetahui yang fenomenal saja, dan
tidak mampu menjangkau yang noumenal.Hal inilah yang memicu
munculnya anggapan bahwa pengetahuan manusia
itu relatif. Relativitas pengetahuan manusia itu disebabkan
sekurang-kurangnya karena keterbatasan kemampuan manusia sebagai subyek yang
mengetahui, dan juga karena kompleksitas obyek yang diketahui.
3)
Masalah Nilai
Masalah
Nilai, baik nilai kebaikan (etika), maupun nilai keindahan (estetika) juga
menjadi salah satu bagian utama filsafat.
Apakah
nilai itu absolut ataukah relatif?. Dalam filsafat pendidikan, masalah nilai
merupakan bagian yang sangat penting, karena dalam pendidikan, bukan
hanya menyangkut transfer pengetahuan (transfer
of knowledge), melainkan juga menyangkut penanaman nilai-nilai (transfer
of values).
Beberapa Aliran Filsafat Pendidikan, Dalam
filsafat pendidikan kita mengenal beberapa aliran: perenialisme (berakar pada
realisme), esensialisme (berakar pada idealisme dan realisme), progresivisme, rekonstruksionisme,
dan neopragmatisme (berakar pada pragmatisme), dan
eksistensialisme. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa problematika
filsafat pendidikan akan selalu timbul dari ide-ide
filosofis, baik yang menyangkut masalah realitas, pengetahuan,
maupun masalah nilai.
Dalam
tulisan ini hanya neopragmatisme yang akan
dijadikan contoh kasus bagaimana ide-ide filosofis itu diterapkan
dalam bidang pendidikan. Tokoh yang dikenal sebagai pendiri neopragmatisme
adalah Richard Rorty, seorang murid dan pengagum John Dewey.
C.
Problem Esensial
Filsafat Dan Pendidikan
Masalah pendidikan adalah merupakan masalah hidup
dan kehidupan manusia. Proses pendidikan berada dan berkembang bersama proses
perkembangan hidup dan kehidupan manusia, bahkan keduanya pada hakikatnya
adalah proses yang satu. Lodge mengatakan bahwa seluruh proses dan kehidupan
manusia adalah proses pendidikan segala pengalaman sepanjang hidupnya merupakan
dan memberikan pendidikan baginya.
Kependidikan memiliki ruang lingkup yang luas,
karena menyangkut seluruh aspek hidup dan kehidupan manusia. Oleh karena itu,
ada banyak permasalah pendidikan yang dihadapi. Permasalahan pendidikan ada
yang sederhana yang menyangkut praktik dan pelaksanaan sehari-hari, tetapi ada
pula di antaranya yang menyangkut masalah ang bersifat mendasar dan mendalam,
sehingga memerlukan bantuan ilmu-ilmu lain dalam memecahkannya. Bahkan
pendidikan juga banyak menghadapi persoalan-persoalan yang tidak mungkin
terjawab dengan menggunakan analisa ilmiah semata-mata, tetapi memerlukan
analisa dan pemikiran yang mendalam, yaitu analisa filsafat.
Beberapa contoh permasalahan pendidikan yang
memerlukan analisa filsafat dalam memahami dan memecahkannya adalah:
1) Apakah pendidikan bermanfaat atau berguna membina
kepribadian manusia atau tidak? Apakah potensi hereditas yang menentukan
kepribadian ataukah faktor luar? Mengapa anak yang potensi hereditasnya relatif
baik, tanpa pendidikan dan lingkungan yang baik tidak mencapai perkembangan
kepribadian sebagaimana diharapkan?
2) Apakah tujuan pendidikan itu sesungguhnya? Apakah
pendidikan berguna bagi individu sebdiri atau untuk kepentingan sosial; apakah
pendidikan itu dipusatkan pada pembinaan manusia pribadi atau masyarakat?
3) Apakah hakikat masyarakat itu dan bagaimanakah
kedudukan individu di dalam masyarakat?
4) Untuk mencapai tujuan pendidikan yang ideal,
apakah pendidikan yang diutamakan, yang relevan dengan pembinaan kepribadian
sehingga cakap memangku suatu jabatan di masyarakat?
5) Bagaimana asas penyelengaraan pendidikan yang
baik, sentralisasi, desentralisasi atau otonomi?
Masalah-masalah tersebut hanyalah sebagian dapi
problematika pendidikan, yang dalam pemecahannya memerlukan usaha-usaha
pemikiran yang mendalam dan sistematis. Dalam memecahkan masalah tersebut,
analisa filsafat menggunakan berbagai macam pendekatan yang sesuai dengan
permasalahannya. Di antaranya pendekatan yang digunakan antara lain:
1. Pendekatan
secara spekulatif
Pendekatan ini disebut juga pendekatan reflektif,
yang berrati memikirkan, mempertimbangkan, juga membayangkan dan menggambarkan.
Dengan teknik pendekatan ini, dimaksudkan adalam memikirkan, mempertimbangkan,
dan menggambarkan tentang sesuatu obyek untuk mencari hakikat yang sebenarnya.
Masalah pendidikan memang berhubungan dengan hal-hal yang harus diketahui
hakikatnya, seperti apakah hakikat mendidik dan pendidikan, hakikat manusia,
hakikat manusia, masyarakat, kepribadian, kurikulum, kedewasaan, dan
sebagainya.
2. Pendekatan
normative
Yaitu nilai atau aturan dan ketentuan yang berlaku
dan dijunjung tinggi dalam hidup dan kehidupan, juga merupakan masalah
kependidikan. Dengan pendekatan ini, diharapkan untuk berusaha memahami
nilai-nilai norma yang berlaku dalam hidup dan kehidupan manusia dalam proses
kehidupan, serta bagaimana hubungan nilai dan norma tersebut dengan pendidikan.
Sehingga dapat dirumuskan petunjuk-petunjuk ke arah mana usaha pendidikan akan
diarahkan.
3. Pendekatan
analisa konsep
Artinya, pengertian, atau tangkapan seseorang
terhadap suatu obyek. Setiap orang memiliki pengertian atau penangkapan yang
berbeda-beda mengenai suatu hal yang sama. Dengan pendekatan ini, diharapkan
untuk memahami konsep dari para ahli pendidikan tentang bagaimana masalah yang
berhubungan dengan pendidikan.
4. Analisa
ilmiah
Sasaran pendekatan ini adalah masalah-masalah
kependidikan yang aktual, yang menjadi problema di masa kini. Dengan
menggunakan metode-metode ilmiah, dapat didiskripsikan dan kemudian dipahami
permasalah-permasalahan yang hidup dalam masyarakat dan dalam proses pendidikan
serta aktivitas yang berhubungan dengan pendidikan.
Selanjutnya, menurut Harry Schofield, sebagaimana
dikemukakan oleh Imam Bernadib dalam bukunya Filsafat Pendidikan, menekankan
bahwa analisa filsafat terhadap masalah-masalah pendidikan digunakan dua macam
pendekatan, yaitu:
1) Pendekatan
filsafat historis
Yaitu dengan cara mengadakan deteksi dari
pertanyaan-pertanyaan filosofis yang diajukan, mana-mana yang telah mendapat
jawaban dari para ahli filsafat sepanjang sejarah. Dari jawaban-jawaban yang
ada, dapat dipilih jawaban mana yang sekiranya sesuai dan dibutuhkan.
2) Pendekatan
filsafat kritis
Yaitu dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan
filosofis dan diusahakan jawabannya secara filosofis pula.
Analisa dalam pendekatan filsafat kritis adalah:
a. Analisa
bahasa (linguistik)
Analisa bahasa adalah usaha untuk mengadakan
interpretasi yang menyangkut pendapat-pendapat mengenai makna yang dimilikinya.
b. Analisa
konsep
Sedangkan analisa konsep adalah suatu analisa
mengenai istilah-istilah (kata-kata) yang mewakili gagasan.
D.
Problem
Pendidikan Yang Memerlukan Analisis Yang Bersifat Filosofis
1. Mengapa
pendidikan itu harus dilakukan terhadap manusia? Apakah pendidikan bermanfaat
atau berguna membina kepribadian manusia atau tidak?
2. Dalam
pendidikan itu mana yang paling berpengaruh dalam pembentukan tingkah laku atau
kecerdasan sesesorang? Apakah factor hereditas, atau factor lingkungan? Atau
kerja sama kedua-duanya?
3. Apakah
yang akan terjadi bila si anak yang mempunyai hereditas yang baik, tapi dia
tumbuh dalam lingkungan yang kurang baik? Atau sebaliknya?
4. Apakah
pendidikan itu untuk kepentingan masyarakat? Apakah pembinaan pribadi itu demi
untuk kepentingan hidup yang riil dalam kehidupan dunia saat ini, ataukah untuk
kehidupan kita di akhirat kelak?
5. Siapakah
yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pendidikan itu? Apakah orangtua?
Masyarakat atau Negara? Atau oleh swasta?
6. Bagaimana
kurikulum yang ideal dalam suatu masyarakat?
7. Bagaimanakah
metode yang efektif dalam mendidik anak-anak? Atau mendidik mahasiswa? Bahkan
orang dewasa.
8. Dalam
kondisi sekarang Nampak gejala-gejala yang menggambarkan bahwa anak-anak sudah
kurang hormat terhadap gurunya bahkan terhadap orang tuanya sekaligus.
9. Bagaimanakah
penyelenggaraan pendidikan yang baik? Apakah secara sentralisasi,
desentralisasi, atau otonomi saja.
10. Apakah
hakikat masyarakat itu, bagaimanakah kedudukan individu di dalam masyarakat?
Apakah pribadi itu defenden atau indefenden di dalam masyarakat? Apakah hakikat
pribadi manusia itu, manakah yang utama yang sesungguhnya baik untuk didikan
manusia itu, apakah ilmu, intelek, atau akalnya, kemampuannya, ataukah
perasaannya (akal, karsa, dan rasa)
Semua problema, persoalan kependidikan sebagaimana
kita sebutkan di atas, kiranya dia memerlukan usaha pemecahan dan pemikiran
yang mendasar dan sistematis, yang kita sebut dengan analisis filsafat, karena
masalahnya adalah masalah filosofis. Dengan memahami semua permasalahan
tersebut maka setia pendidik dapat melaksanakan tugas dan funsinya dengan lebih
mantap.dan menyadari akan kebenaran dari jawaban-jawaban problema tersebut di
atas merupakan prinsip yang pundamental bagi keberhasilan suatu tugas
pendidikan. Demikian pula dengan memahami asas filosofis tadi, maka filsafat
pendidikan merupakan asas normative di dalam pendidikan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Problematika
filsafat pendidikan dapat muncul dari ide-ide filosofis yang akan berpengaruh
pada penerapannya dalam bidang pendidikan. Juga, dapat muncul dari bidang pendidikan itu
sendiri yang terkait dengan perubahan yang terjadi dalam
masyarakat, tempat proses pendidikan itu berlangsung. Dalam
kajian filsafat terutama dalam kajian filsafat pendidikan kita sebagai calon
guru dihadapkan pada problem-problem yang bersangkutan dengan kepribadian kita
sebagai calon guru baik dalam mengambil sikap untuk membimbing peserta didik
untuk berperilaku yang sesuai dengan yang diharapkan.
Selain
itu kita sebagai calon guru juga dihadapkan pada berbagai pandangan mengenai
filsafat. Dimana kita sebagai calon guru haruslah mempunyai filsafat hidup yang
nantinya dapat membimbing pandangan hidup menjadi lebih mantap. Tidak terlepas
dari itu semua kita dalam kehidupan selalu dihadapkan pada problem-problem yang
menuntut kita untuk mamapu memberikan solusi pada setiap problema yang ada.
Termasuk problema dalam bidang pendididkan berkaitan dengan peserta didik.
B.
SARAN
1.
Bagi dosen untuk dapat memberikan gambaran mengenai
filsafat dan pendididkan.
2.
Agar pembelajaran menjadi maksimal perlu adanya
partisipasi setiap mahasiswa termasuk dalam berdiskusi.
3.
Bagi semua pihak semoga makalah ini menjadi motivasi
kita untuk berlajar dan menggali ilmu.
Comments
Post a Comment