MAKALAH SEJARAH PERADABAN ISLAM, “PERADABAN ISLAM INDONESIA PASCA KEMERDEKAAN”,
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Abad pertengahan di Eropa sering disebut zaman kemunduran jika dibandingkan
dengan zaman klasik (Yunani-Romawi). Sebaliknya Negara-negara Arab pada abad
pertengahan mengalami kemajuan, namun akhirnya negeri itu sedikit demisedikit
mengalami kemerosotan. dalam bidang kebudayaan dan kekuasaan.
Setelah perang maladki pada tahun 463 H / 1071 M, yang dimenengkan oleh
orang-orang saljuk dengan kemenangan yang paling gemilang atas Romawi, pengaruh
kemenangan ini terus meluas ke negeri Anatolia dan kemudian jatuh ketangan
mongolia.bersamaan lemahnya Mongolia, pemerintahan saljuk Romawi terpecah
menjadi beberapa pemerintahan dengan kondisi yang lemah dan saling
bertikai. Pemerintahan Usmaniyah lalu menguasainya pada waktu yang berbeda,
kemudian menyatukan wilayah ini dibawah benderanya.
Rentang sejarah antara tahun 923-1342 H dari sejarah Islam merupakan masa
Usmaniyah. Hal ini karena kekuasaan Usmaniyah merupakan periode terpanjang dari
halaman sejarah Islam. Selama 5 abad pemerintahan Usmaniyah telah memainkan
peran yang pertama dan satu-satunya dalam menjaga dan melindungi kaum muslim.
Usmaniyah merupakan pusat khalifah Islam yang terkuat pada masa itu, bahkan
merupakan Negara paling besar di dunia.
Sekalipun telah muncul pada tahun 699 H / 1299 M, namun pemerintahan ini
belum menjadi khalifah. Orang-orang Usmaniyah belum mengumumkan kekhalifahan
mereka, hingga akhirnya khalifah Abbasiyah di kairo menyerahkan kepada mereka
kekhalifahannya pada tahun 923 H / 1517 M.
Di Negara-Negara Arab pada masanya, kerajaan turki usmani merupakan
kerajaan terbesar dan peling lama berkuasa, bralangsung selama enam abad lebih
(1281-1924 M). pada masa pemerintahan turki Usmani, para sultan bukan hanya
merebut negri-negri Arab, tetapi juga seluruh wilayah kaukasus dan wina bahkan
sampai ke balkan. Dengan demikian tumbuhlah pusat-pusat Islam di Trace,
Mecodonia, dan sekitarnya.
Eksistensi kerajaan turki Usmani sangnat diperhitungkan oleh ahli-ahli
politik barat. Hal ini didasarkan pada realita sejarah bahwa selama
berabad-abad kekuasanya, turki telah memberikan kontribusi yang besar terhadap
perkembangan peradaban, baik dikawasan Negara-negara Arab, Asia bahkan Eropa.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana pengaruh letak geografis Turki?
2.
Bagaimana proses munculnya kerajaan Turki Usmani?
3.
Bagaimana perkembangan peradaban Islam pada masa kerajaan Turki Usmani?
4.
Apa saja faktor-faktor runtuhnya kerajaan Turki Usmani?
C.
Tujuan
1.
Mengetahui pengaruh letak geografis Turki.
2.
Mengetahui asal mula kerajaan Turki Usmani.
3.
Mengetahui perkembangan peradaban Islam pada masa kerajaan Turki Usmani.
4.
Mengetahui faktor-faktor runtuhnya kerajaan Turki Usmani.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengaruh
Letak Geografis Turki
Negara Turki adalah negara di dua benua. Dengan luas wilayah sekitar
814.578 kilometer persegi, 97% (790.200 km persegi) wilayahnya terletak di
benua Asia dan sisanya sekitar 3% (24.378 km persegi) terletak di benua Eropa.
Posisi geografi yang strategis itu menjadikan Turki jembatan antara Timur dan
Barat. Bangsa Turki diperkirakan berasal dari Asia Tengah. Secara historis,
bangsa Turki mewarisi peradaban Romawi di Anatolia, peradaban Islam, Arab dan
Persia sebagai warisan dari Imperium Usmani dan pengaruh negara-negara Barat
Modern. Hingga saat ini bangunan-bangunan bersejarah masa Bizantium masih
banyak ditemukan di Istanbul dan kota-kota lainnya di Turki. Yang paling
terkenal adalah Aya Sofya, suatu gereja di masa Bizantium yang berubah
fungsinya menjadi masjid pada masa Khalifah Usmani dan sejak pemerintahan
Mustafa Kemal hingga kini dijadikan museum.
Peradaban Islam dengan pengaruh Arab dan Persia menjadi warisan yang
mendalam bagi masyarakat Turki sebagai peninggalan Dinasti Usmani. Islam di
masa kekhalifahan diterapkan sebagai agama yang mengatur hubungan antara
manusia sebagai makhluk dengan Allah SWT sebagai Khalik, Sang Pencipta, dan
juga suatu sistem sosial yang melandasi kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Islam yang muncul di Jazirah Arab dan telah berkembang lama di wilayah Persia,
berkembang di wilayah kekuasaan Kekhalifahan Turki dengan membawa peradaban dua
bangsa tersebut. Perkembangan selanjutnya memperlihatkan pengaruh yang kuat
kedua peradaban tersebut ke dalam kebudayaan bangsa Turki. Kondisi ini
menimbulkan kekeliruan pada masyarakat awam yang sering menganggap bahwa bangsa
Turki sama dengan bangsa Arab. Suatu anggapan yang keliru yang selalu ingin
diluruskan oleh bangsa Turki sejak tumbuhnya nasionalisme pada abad ke-19.
Selanjutnya arah modernisasi yang berkiblat ke Barat telah menyerap unsur-unsur
budaya Barat yang dianggap modern. Campuran peradaban Turki, Islam dan Barat,
inilah yang telah mewarnai identitas masyarakat Turki.
Masyarakat Indonesia mengenal Turki sebagai suatu negara berpenduduk
mayoritas Muslim. Kita juga mengenal Turki sebagai bangsa yang pernah memimpin
dunia Islam selama tujuh ratus tahun, dari permulaan abad ke-13 hingga jatuhnya
Kekhalifahan Usmani pada awal abad ke-20. Fenomena kehidupan masyarakat Turki
menjadi menarik ketika negara Turki yang berdiri tahun 1923 menyatakan sebagai
sebuah negara sekuler, di mana Islam yang telah berfungsi sebagai agama dan
sistem hidup bermasyarakat dan bernegara selama lebih dari tujuh abad,
dijauhkan peranannya dan digantikan oleh sistem Barat.
B.
Asal Mula Kerajaan Turki Utsmani
Bangsa Turki mempunyai dua dinasti yang berhasil mengukir sejarah dunia.
Pertama, dinasti turki saluk dan kedua dinasti turki utsmani. Namun akhirnya kerajaan
turki saljuk hancur oleh seragan pasukan mongol, yang nantinya merupakan moment
terbentuknya dinasti turki utsmani.
Kerajaan Turki Usmani muncul di pentas sejarah Islam pada periode
pertengahan. Masa kemajuan Dinasti ini dihitung dari mulai digerakkannya
ekspansi ke wilayah baru yang belum ditundukkan oleh pendahulu mereka.
keberhasilan mereka dalam memperluas wilayah kekuasaan serta terjadinya
peristiwa-peristiwa penting merupakan suatu indikasi yang dapat dijadikan
ukuran untuk menentukan kemajuan tersebut.
Pendiri dari kerajaan Turki ini adalah bangsa Turki dari kabilah Qayigh Oghus salah
satu anak suku Turki yang mendiami sebelah barat gurun Gobi, atau daerah Mongol
dan daerah utara negeri Cina, yang dipimpin oleh Sulaiman. Dia mengajak anggota
sukunya untuk menghindari serbuan bangsa mongol yang menyerang dunia Islam yang
berada di bawah kekuasaan Dinasti Khawarizm pada tahun 1219-1220. Sulaiman dan
anggota sukunya lari ke arah Barat dan meminta perlindungan kepada Jalaluddin,
pemimpin terakhir Dinasti Khawarizm di Transoxiana (maa wara al-Nahr).
Jalaluddin menyuruh Sulaiman agar pergi kearah Barat (Asia Kecil). Kemudian
mereka menetap di sana dan pindah ke Syam dalam rangka menghindari serangan
mongol Pada abad ke-13 saat Chengis Khan mengusir orang-orang Turki dan
Khurasan dan sekitarnya. Kakeknya Usman, yang bernama Sulaeman bersama
pengikutnya bermukim di Asia Kecil. Setelah reda serangan Mongol terhadap
mereka, Sulaeman menyeberangi Sungai Efrat (dekat Allepo). Namun, ia tenggelam
empat putera Sulaeman yang bernama, Shunkur, Gundogdur, al-Thugril, dan Dundar.
Dua puteranya yang pertama kembali ke tanah air mereka. Sementara dua yang
terakhir bermukim didaerah Asia Kecil.
Kelompok kedua ini
berjumlah 400 kepala keluarga yang dipimpin oleh Ertugril (Erthogrol) ibn
Sulaiman. Mereka mengabdikan dirinya kepada Sultan Alauddin II dari Dinasti
Saljuk Rum yang pusat pemerintahannya di Kuniya, Anatolia Asia Kecil.
Pada saat itu, Sultan
Alauddin II sedang menghadapi bahaya peperangan dari bangsa Romawi yang
mempunyai kekuasaan di Romawi Timur (Byzantium). Dengan bantuan dari bangsa
Turki pimpinan Erthogrol, Sultan Alauddin II dapat mencapai kemenangan. Atas
jasa baik tersebut Sultan menghadiahkan sebidang tanah yang berbatasan dengan
Bizantium. Sejak itu Erthogrol terus membina wilayah barunya dan berusaha
memperluas wilayahnya dengan merebut wilayah Byzantium.
Pada tahun 1288 Erthogrol meninggal dunia, dan meninggalkan putranya yang
bernama Usman, yang diperkirakan lahir pada 1258 M. usman inilah yang ditunjuk
oleh Erthogrol untuk meneruskan kepemimpinannya dan disetujui serta didukung
oleh Sultan Saljuk pada saat itu. Nama Usman inilah yang nanti diambil sebagai
nama untuk Kerajaan Turki Usmani. Usman ini pula yang dianggap sebagai pendiri
Dinasti Usmani. Sebagaimana ayahnya, Usman banyak berjasa kepada Sultan
Alauddin II. Kemenangan-kemenangan dalam setiap pertempuran dan peperangan
diraih oleh Usman. Dan berkat keberhasilannya maka benteng-benteng Bizantium
yang berdekatan dengan Broessa dapat ditaklukkan. Keberhasilan Usman ini
membuat Sultan Alauddin II semakin simpati dan banyak memberi hak istimewa pada
Usman. Bahkan Usman diangkat menjadi gubernur dengan gelar Bey, dan namanya
selalu disebut dalam do’a setiap khutbah Jum’at. Penyerangan Bangsa Mongol pada tahun 1300 ke wilayah kekuasaan
Saljuk Rum mengakibatkan terbunuhnya Sultan Saljuk tanpa meninggalkan putra
sebagai pewaris kesultanan. Dalam keadaan kosong itulah,
Usman memerdekakan wilayahnya dan bertahan terhadap serangan bangsa Mongol.
Usman memproklamirkan kemerdekaan wilayahnya dengan nama Kesultanan Usmani.
Pada awalnya Kerajaan Turki Usmani hanya memiliki wilayah yang sangat
kecil, namun dengan adanya dukungan militer, tidak berapa lama Usmani menjadi
kerajaan yang sangat besar dan bertahan dalam kurun waktu yang lama. Setelah
Usmani meninggal pada 1326, puteranya Orkhan (Urkhan) naik tahta pada Usia 42
tahun. Pada periode ini tentara islam pertama kali masuk Eropa. Orkhan berhasil
mereformasi dan membentuk tiga pasukan utama tentara. Pertama tentara sipahi
(tentara reguler) yang mendapatkan gaji pada tiap bulannya. Kedua,
tentara Hazeb (tentara ireguler) yang digaji pada saat
mendapatkan harta rampasan perang (Mal al-Ghanimah). Ketiga
tentara jenisari direkrut pada saat berumur 12 tahun, kebanyakan adalah
anak-anak kristen yang dibimbing Islam dan disiplin yang kuat.
Sejak saat itu, dalam
sejarah Islam terdapat dua jabatan penting yang dikuasai oleh seorang penguasa.
Yaitu, sebagai sultan untuk kekuasaan Turki dan sebagai khalifah bagi seluruh
dunia Islam. Sepeninggal Salim I digantikan Sulaiman Agung 1520-1566 M, ia
sebagai penguasa Usmani yang berhasil membawa kejayaan Islam. Ia dijuluki
sebagai Sulaeman al-Qanuni. Sulaeman bukan hanya sultan yang
paling terkenal dikalangan Turki Usmani, akan tetapi pada awal ke-16 ia adalah
kepala negara yang paling terkenal di dunia. Ia seorang penguasa yang saleh, ia
mewajibkan rakyat muslim harus shalat lima kali dan berpuasa dibulan Romadhon,
jika ada yang melanggar tidak hanya dikenai denda namun juga sangsi badan.
Sulaiman juga berhasil menerjemahkan al-Qur’an dalam bahasa turki.
Sekitar dua pertiga abad setelah didirikan di Anatolia pada 1300 dengan
mengorbankan kekaisaran Bizantium, dan didirikan di atas reruntuhan kerajaan
Saljuk, kerajaan Turki Utsmani hanyalah sebuah emirat di daerah perbatasan.
Negara ini selalu diliputi suasana peperangan dan pada saat itu senantiasa
dalam keadaan genting. Ibukota negara ini, pertama kali didirikan pada 1326,
adalah Brusa (Bursa). Mendekati 1366, emirat itu telah berkembang lebih stabil,
mendapatkan pijakan yang lebih kokoh di daratan Eropa, dan berkembang menjadi
sebuah kerajaan besar dengan Adrianopel (Edirna) sebagai ibukotanya. Penaklukan
Konstantinopel pada 1453 yang dipimpin oleh Muhammad II, Sang Penakluk
(1451-1481) secara formal mengantarkan negara ini pada satu era baru yaitu era
kerajaan.
Selama masa kesultanan Turki Usmani (1299-1942 M.) sekitar 625 tahun
berkuasa tidak kurang dari 38 Sultan.
Dalam hal ini, Syafiq
A. Mughni membagi sejarah kekuasaan Turki Usmani menjadi lima periode, yaitu:
1. Periode pertama (1299-1402), yang dimulai dari
berdirinya kerajaan, ekspansi pertama sampai kehancuran sementara oleh serangan
timur yaitu dari pemerintahan Usman I sampai pemerintahan Bayazid.
2. Periode kedua (1402-1566), ditandai dengan
restorasi kerajaan dan cepatnya pertumbuhan sampai ekspansinya yang terbesar.
Dari masa Muhammad I sampai Sulaiman I.
3. Periode ketiga (1566-1699), periode ini ditandai
dengan kemampuan Usmani untuk mempertahankan wilayahnya. Sampai lepasnya
Honggaria. Namun kemunduran segera terjadi dari masa pemerintahan Salim II
sampai Mustafa II.
4. Periode keempat (1699-1838), periode ini ditandai
degan berangsur-angsur surutnya kekuatan kerajaan dan pecahnya wilayah yang di
tangan para penguasa wilayah, dari masa pemerintahan Ahmad III sampai Mahmud
II.
5. Periode kelima (1839-1922) periode ini ditandai
dengan kebangkitan kultural dan administrasi dari negara di bawah pengaruh
ide-ide barat, dari masa pemerintahan Sultan A. Majid I sampai A Majid II.
C.
Peradaban Pada Masa
Kerajaan Turki
a.
Sebelum Tanzimat
Sebagai diketahui Kerajaan Turki Usmani dikepalai oleh
seorang Sultan yang mempunyai kekuasaan temporal atau dunia dan kekuasaan
spritual atau rohani. Sebagai penguasa duniawi ia memakai titel Sultan dan
sebagai kepala rohani umat Islam ia memakai gelar Khalifah. Dengan demikian
Raja Usmani mempunyai dua bentuk kekuasaan, kekuasaan memerintah negara dan
kekuasaan menyiarkan dan membela Islam.
Dalam melaksanakan kedua kekuasaan di atas Sultan
dibantu oleh dua pegawai tinggi sadrazam untuk urusan
pemerintahan dan syaikh al-Islam untuk urusan keagamaan. Keduanya
tidak mempunyai banayak suara dalam soal pemerintahan dan hanya melaksanakan
perintah Sultan. Dikala Sultan berhalangan atau berpergian ia digantikan sadrazam dalam
menjalankan pemerintahan. Syaikh al-Islam yang mengurus bidang
keagamaan dibantu oleh qadhi askar al-rumali yang membawahi
qadhi-qadhi wilayah Usamniyah bagian Eropa, sedang qadhi askar andulymembawahi
qadhi-qadhi wilayah Usmaniyah di Asia dan Mesir. Dalam melaksanakan tugasnya
para qadhi tersebut merujuk kepada mazhab Hanafi. Hal ini yang disebabkan
mazhab yang dipakai oleh Sultan adalah mazhab Hanafi. Bentuk-bentuk peradilan
pada masa ini:
1. Mahkamah
Biasa/Rendah (al-Juziyat), yang bertugas menyelesaikan perkara-perkara
pidana dan perdata.
2. Mahkamah
Banding (Mahkamah al-Isti’naf), yang bertugas meneliti dan mengkaji
perkara yang berlaku.
3. Mahkamah
Tinggi (Mahkamah al-Tamayz au al-Naqd wa al-Ibram), yang bertugas
memecat para qadhi yang terbukti melakukan kesalahan dalam menetapkan hukum.
4. Mahkamah
Agung (Mahkamah al-Isti’naf al-Ulya), yang langsung di bawah pengawasan
Sultan.
Lembaga peradilan (qadha’) pada masa ini belum
berjalan dengan baik, karena terdapat intervensi dari pemerintah, bahkan sistem
peradilan dikuasai oleh kroni-kroni dan pejabat pemerintah. Jadi belum tampak
dengan jelas pemisahan antara urusan agama dan pemerintahan.
b.
Masa Tanzimat (1839-1876 M)
Secara etimologi tanzimat berasal dari kata nazhzhama-yunazhzhimu-tanzhimat,
yang berarti mengatur, menyusun, dan memperbaiki.Term ini dimaksudkan untuk
menggambarkan seluruh gerakan pembaharuan yang terjadi di Turki Usmani pada
pertengahan abad ke-19. Gerakan ini ditandai dengan munculnya sejumlah tokoh
pembaharuan Turki Usmani yang belajar dari Barat yaitu bidang pemerintahan,
hukum, administrasi, pendidikan, keuangan, perdagangan dan sebagainya. Tanzimat
merupakan suatu gerakan pembaharuan sebagai kelanjutan dari kemajuan yang telah
dilakukan oleh Sultan Sulaiman (1520-1566 M) yang termasyhur dengan nama al-Qanuni.
Namun pembaharuan yang sebenarnya lebih membekas dan berpengaruh pada masa
Sultan Mahmud II (1808-1839 M). Ia memusatkan perhatiannya pada berbagai
perubahan internal diantaranya dalam organisasi pemerintahan dan hukum. Sultan
Mahmud II juga dikenal sebagai Sultan yang pertama kali dengan tegas mengadakan
perbedaan antara urusan agama dan urusan dunia. Urusan agama diatur oleh
syari’at Islam (tasyr’ al-dini) dan urusan dunia diatur oleh hukum
yang bukan syari’at(tasyri’ madani). Hukum syari’at terletak di bawah
kekuasaansyaikh al-Islam, sedangkan hukum bukan syari’at diserahkan
kepada dewan perancang hukum untuk mengaturnya, hukum yang bukan syari’at ini
diadopsi dari Eropa, Perancis dan negeri asing lainnya. Diantaranya
adalah al-Nizham al-Qadha al-Madani(Undang-undang Peradilan
Perdata). Dengan penerapan al-Nizham al-Qadha al-madani (Undang-undang
Peradilan Perdata) dalam peradilan muncul Mahkamah al-Nizhamiyah yang
terdiri dariQadha al-Madani (Peradilan Perdata) dan Qadha-Syar’i(Peradilan
Agama ). Dikotomi lembaga peradilan pada masa Sultan Mahmud II memberikan
indikasi sudah adanya pemisahan urusan agama dan urusan dunia. Kemunculan
tanzimat dilatarbelakangi oleh:
1. Khusus
bidang hukum terjadinya persentuhan hukum Barat dan hukum Islam.
2. Muncul para
tokoh tanzimat yang ingin membatasi kekuasaan Sultan yang absolute.
Disamping itu pada masa ini kondisi masyarakat terdiri
dari tiga lapisan yaitu:
1. Tradisional,
yang mempertahankan dan membangun pemikiran berdasarkan fiqh dan berpijak pada
mazhab yang ada. Karena fiqh dianggap telah mapan dan sempurna sehingga mereka
berpendapat mazhab ini harus dikembangkan dan disosialisasikan.
2. Modernisme,
yang menawarkan agar fiqh perlu diseleksi dan dikembangkan sesuai dengan
kondisi sosial budaya masyarakat.
3. Reformasi,
melontarkan gagasan, bahwa fiqh yang ada tidak mampu merespon berbagai
perkembangan yang muncul sebagai akses perkembangan zaman dan kebutuhan manusia
yang multi dimensionalitas. Oleh karena itu diperlukan fiqh baru, yang
menafsirkan nash secara kontekstual.
Agaknya
keadaan masyarakat ini juga mempengaruhi munculnya pembaharuan lebih-lebih
lapisan modernisme dan reformasi. Realisasi pembaharuan ini dimulai dengan
diumumkannya Piagam Gulhane (Khatt-i Syarif Gulhane) pada
tanggal 3 Nopember 1839 M, kemudian ditindaklanjuti dengan dikeluarkannya
Piagam Humayun (Khatt-i Syarif al-Humayun) pada tahun 1856 M.
Gerakan ini terjadi pada masa Sultan Abdul Majid (1839-1861 M) putra Sultan
Mahmud II. Piagam Gulhane berisikan berbagai bentuk perubahan yang pada masa
permulaan kerajan Turki Usmani, syari’at Islam dan Undang-undang Negara
dipatuhi, sehingga negara menjadi kokoh dan kuat. Untuk kembali pada masa
tersebut, maka perlu diadakan perubahan-perubahan yang membawa kepada
pemerintahan yang baik, yaitu:
1. Terjaminnya
ketentraman hidup, harta kehormatan dan warga negara.
2. Peraturan
mengenai pemungutan pajak.
3. Peraturan mengenai kewajiban dan lamanya dinas
meliter.
Selanjutnya dijelaskan bahwa tertuduh akan diadili
secara terbuka dan sebelum pengadilan pelaksanaan hukuman mati dengan racun dan
jalan lain tidak dibolehkan. Pelanggaran terhadap kehormatan seseorang juga
tidak diperkenankan. Hak milik terhadap harta dijamin dan tiap orang mempunyai
kebebasan terhadap harta yang dimilikinya. Ahli waris dari yang kena hukuman
pidana tidak boleh dicabut haknya untuk mewarisi, dan demikian pula harta yang
kena hukuman pidana tidak boleh disita. Melihat muatan Piagam Gulhane ini
terlihat adanya usaha pembaharu untuk melakukan rekonsiliasi antar muslim
tradisional dengan kemajuan, serta institusi-institusi baru yang tidak
bertentangan dengan hukum Islam, bahkan bisa menampung kebutuhan mereka.
Menjamin keamanan hidup, ketenangan, jaminan kepemilikan. Satu hal yang penting
dalam piagam ini adalah adanya ketentuan bahwa aturan-aturan itu berlaku untuk
semua lapisan masyarakat dan semua golongan agama tanpa ada pengecualian. Atas
dasar piagam ini, maka terjadi beberapa pembaharuan dalam berbagai institusi
kemasyarakan Turki Usmani. Diantaranya dalam bidang hukum dirumuskannya
kodifikasi hukum perdata oleh Majelis Ahkam al-Adliyah dan hukum
pidana. Sedang dibidang pemerintahan adanya sistem musyawarah dan di bidang
pendidikan adanya pemisahan antara pendidikan umum dan agama, serta kekuasaan
pendidikan umum dilepaskan dari kekuasaan ulama. Pada masa ini mulai masuk
pengaruh sistem pendidikan Barat. Agaknya sejak saat ini pemisahan pendidikan
antara hukum dan agama ini berlaku sampai sekarang. Selanjutnya pada tahun
1856M Sultan Abdul Majid mengumumkan belakunya piagam Humayun yang lebih banyak
mengandung pembaharuan terhadap kedudukan orang Eropa dan non muslim yang
berada di bawah kekuasaan Turki Usmani, sehingga antara orang Eropa dan rakyat
Islam Turki tidak ada perbedaan lagi artinya mereka mempunyai hak yang sama
dalam hukum. Walaupun piagam Humayun dikeluarkan untuk memperkuat keberadaan
piagam Gulhane, namun jika diperhatikan lebih jauh piagam ini memberikan hak
dan jaminan kepada bangsa Eropa untuk semakin memantapkan keberadaan di Turki
Usmani. Sikap pro-Barat ini pada akhirnya membawa kelemahan terhadap kerajaan
Turki Usmani dalam menghadapi Eropa.
Dapat
dipahami bahwa perkembangan tasyri’ pada masa tanzimat di kerajaan Turki Usmani
banyak dipengaruhi oleh hukum dari Barat, artinya telah bercampur hukum Islam
dengan hukum Barat. Sedangkan Piagam Gulhane menyatakan penghargaan tinggi pada
syari’at Islam tetapi juga mengakui perlunya diadakan sistem baru. Hukum baru
yang disusun banyak dipengaruhi oleh hukum Barat. Apalagi piagam Humayun yang
secara tegas diperlakukan untuk non Islam dan Eropa. Pada masa ini telah
ditetapkan pedoman hakim dalam menetapkan hukum, yaitu dengan dikeluarkannya
Undang-undang Dusturiyah pada tahun 1293 H/1877 M. Sehingga
terhindar dari hawa nafsu dan keinginan pribadi dalam menetapkan hukum. Dan
juga didirikan Mahkamah al-Tamyiz (al-Naqdu) yang merupakan
lembaga yang diberi wewenang untuk memecat para qadhi yang melakukan perbuatan
yang melanggar hukum, karena dianggap tidak melaksanakan tugas sesuai yang
ditetapkan. Namun pada akhirnya lembaga yang didirikan serta undang-undang yang
berlaku sebagaimana mestinya karena ada unsur korupsi dan kolusi dalam
pemerintahan. Kondisi ini menjadikan peradilan seperti barang dagangan yang
diperjualbelikan.
Kerajaan Turki usmani merupakan salah satu kerajaan Islam
yang bertahan lama yang mampu mengembangkan peradaban dalam berbagai
hal. Selain pembangunan dalam bentuk fisik, perkembangan pesat juga terjadi
dalam hal pemikiran.
D.
Faktor-Faktor Yang
Mempengarui Kemunduran Dan Kejatuhan Turki Utsmani
a.
Wilayah kekuasaan yang terlalu luas
Perluasan wilayah yang begitu cepat yang terjadi pada kerajaan
Usmani, menyebabkan pemerintahan merasa kesulitan dalam melakukan administrasi
pemerintahan, terutama pasca pemerintahan Sultan Sulaiman. Sehingga
administrasi pemerintahan kerajaan Usmani tidak beres. Tampaknya penguasa Turki
Usmani hanya mengadakan ekspansi, tanpa mengabaikan penataan sistem
pemerintahan. Hal ini menyebabkan wilayah-wilayah yang jauh dari pusat mudah
direbut oleh musuh dan sebagian berusaha melepaskan diri.
b.
Heterogenitas penduduk
Sebagai kerajaan besar, yang merupakan hasil ekspansi dari berbagai
kerajaan, mencakup Asia kecil, Armenia, Irak, Siria dan negara lain, maka di
kerajaan Turki terjadi heterogenitas penduduk. Dari banyaknya dan beragamnya
penduduk, maka jelaslah administrasi yang dibutuhkan juga harus memadai dan
bisa memenuhi kebutuhan hidup mereka. Akan tetapi kerajaan Usmani pasca
Sulaiman tidak memiliki administrasi pemerintahan yang bagus di tambah lagi
dengan pemimpinpemimpin yang berkuasa sangat lemah dan mempunyai perangsai yang
jelek.
c.
Kelemahan para penguasa
Penguasa yang tidak cakap Setelah sultan Sulaiman II al-Qanuni. Kelemahan
ini lebih disebabkan masuknya sikap hedonisme di kalangan istana, seperti suka
bermewah-mewahan, minum-minuman kras, dan wanita penghibur, hal ini menimbulkan
perselisihan dilingkungan istana.
d.
Budaya Pungli
Budaya ini telah meraja lela yang mengakibatkan dekadensi moral terutama
dikalangan pejabat yang sedang memperebutkan kekuasaan (jabatan).
e.
Pemberontakan-Pemberotakan Tentara Jenissari
Pemberontakan Jenissari terjadi sebanyak empat kali yaitu pada
tahun 1525 M, 1632 M, 1727 M dan 1826 M. Pada masa belakangan pihak Jenissari tidak
lagi menerapkan prinsip seleksi dan prestasi, keberadaannya didominasi oleh
keturunan dan golongan tertentu yang mengakibatkan adanya
pemberontakan-pemberontakan.
f.
Merosotnya Ekonomi
Akibat peperangan yang terjadi secara terus menerus maka biaya pun semakin
membengkak, sementara belanja negara pun sangat besar, sehingga perekonomian
kerajaan Turki pun merosot.
g.
Kurang berkembangnya ilmu pengetahuan
Ilmu dan Teknologi selalu berjalan beriringan sehingga keduanya sangat
dibutuhkan dalam kehidupan. Keraajan usmani kurang berhasil dalam pengembagan
Ilmu dan Teknologi ini karena hanya mengutamakan pengembangan militernya.
Kemajuan militer yang tidak diimbangi dengan kemajuan ilmu dan teknologi
menyebabkan kerajaan Usmani tidak sanggup menghadapi persenjataan musuh dari
Eropa yang lebih maju.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kerajaan utsmani
merpakan kerajaan yang di pimpin oleh 40 sultan. Pada abad pertengahan memang
masa yang paling bersejarah bagi bangsa arab, bahkan kemunduran bagi bangsa
barat, dalam segi pandang kerajaan, kekuasaan wilayah adalah yang terpenting.
Turki utsmani yang memimpin kurang lebih 6 abad memberikan bukti kejayaannya
sampaike Eropa, akan tetapi dari stagnanisasibangsa utsmani mereka lebih
memajukan kemiliteran mereka dari pada pendidikannya, bagi mereka
kemiliterannya adalahsatu hal yang terpenting yang harus di miliki oleh seorang
pemimpin, dengan orientasi penalukan konstantinopel, membuat mereka menjadi
bersemangat untuk menjadikan kerajaan turki utsmani menjadi symbol kejayaan
islam. Penyimpangan orientasi mereka ini membuat terlena dengan kekuasaan
wilayah sehingga membuat mereka meninggalkan perkembangan pendidikan mereka.
Berbeda dengan bangsa Eropa yang telah mengungguli mereka, kemunduran kerajaan
turki utsmani ini terlihat dari bagian-bagian wilayah turki utsmani ini mulai
tergerakingin merubah hidupnyamenjadi yang lebih baik dan muncul paham
kapitalisme individual sehingga sebagian mereka ingin melepaskan diri.
Tampaknya pengaruh barat mendapatkan hasil dengan kelemahan kerajaan turki ini
dan terlahir paham-paham yang membebaskan, sehingga paham turki tidak dapat
menghalangi mereka.
B.
Saran
Demikianlah makalah
yang kami buat, kami menyadari tentunya makalah ini tidak lepas dari
kesalahan-kesalahan, baik itu kesalahan tulisan ataupun kesalahan materi, oleh
karena itu kritik dan saran yang membangun dari segenap pembaca dan dosen
pengampun senantiasa kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Yatim,
Badri. 2013. Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II. Jakarta: Rajawali
Pers.
Comments
Post a Comment