Problematika Pokok, Filsafat Pendidikan,



BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
Seorang guru sekolah dasar sewajarnya memahami filsafat dalam melaksanakan tugasnya sebagi pendidik, yang nanti pada akhirnya kita dapat menentukan sikap yang sesuai dengan tuntutan kita sebagai pendidik. Selain itu kita sudah sepatutnya memahami filsafat dalam praktek pembelajaran yang mengarahkan peserta didik pada sutu kepribadian yang diharapkan. Dan mampu berperan dalam hubungan sosial. Selain itu kita nantinya perlu memahami lebih dalam berbagai filsafat yang berkembang dalam dunia pendidikan. Sehingga sikap kita sebagai guru dapat menjadi sosok yang patut diteladani. Baik dalam menyeles ikan masalah-masalah yang ada kaitannya dengan masalah filsafat pendidikan.
Perubahan itu mendorong manusia memikirkan kembali pengertian tentang kebenaran. Sebab setiap terjadi perubahan dalam peradaban akan berpengaruh terhadap sistem nilai yang berlaku, karena antara perubahan peradaban dengan cara berfikir manusia terdapat hubungan timbal balik. Pendidikan adalah upaya mengembangkan potensi-potensi manusiawi peserta didik, baik potensi fisik, potensi cipta, rasa maupun karsanya agar dasar kependidikan adalah cita-cita kemanusiaan universal. Karenanya pendidikan bertujuan menyiapkan pribadi dalam keseimbangan, kesatuan, organis, dinamis, guna mencapai tujuan hidup kemanusiaan, melalui filsafat kependidikan. Filsafat pendidikan adalah filsafat yang digunakan dalam studi mengenai masalah-masalah pendidikan.
Filsafat diakui sebagai induk pengetahuan (Mother of Science) yang mampu menjawab segala pertanyaan dan permasalahan. Mulai dari masalah-masalah yang berhubungan dengan alam semesta hingga masalah manusia dengan segala problematika kehidupannya, salah satunya ialah pendidikan. Filsafat dan pendidikan merupakan dua elemen yang harus selalu beriringan dan tidak boleh dipisahkan. Seperti yang telah kita pelajari bahwa pendidikan tanpa adanya nilai-nilai filsafat didalamnya, maka akan melahirkan generasi yang pintar namun miskin moral. Kemunculan  filsafat pendidikan jauh sejak sebelum masehi, akan tetapi seiring kemunculannya tentu tidak lepas dari masalah-masalah dari filsafat pendidikan itu sendiri meskipun filsafat mampu menjawab segala pertanyaan dan permasalahan. Apa saja masalah-masalah yang terdapat dalam filsafat pendidikan ?.
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dipaparkan di atas, penulis mencoba mengemukakan beberapa permasalahan pokok berkaitan dengan  materi makalah ini, yaitu;
1.      Apakah yang dimaksud filsafat pendidikan?
2.      Apa saja masalah-masalah yang terdapat dalam filsafat pendidikan ?.
C.     Tujuan
Tujuan yang ingin di capai dalam pembuatan makalah ini adalah:
1.         Mahasiswa agar dapat memahami secara menyeluruh mengenai filsafat pendidikan.
2.         Menjadi suatu bekal bagi para pendidik untuk menghadapi masalah dalam pendidikan.
3.         Dapat mencari solusi dari problem-problem yang terdapat pada filsafat dan pendidikan.






BAB II
PEMBAHASAN
A.          Definisi Filsafat Pendidikan
Filsafat pendidikan adalah aktivitas pikiran yang teratur yang menjadikan filsafat sebagai jalan untuk mengatur, menyelaraskan, dan memadukan proses pendidikan. Artinya, filsafat pendidikan dapat menjelaskan nilai-nilai dan maklumat-maklumat yang diupayakan untuk mencapainya. Dalam hal ini, filsafat, filsafat pendidikan, dan pengalaman kemanusiaan merupakan faktor yang integral. Filsafat pendidikan juga bisa didefinisikan sebagai kaidah filosof dalam bidang pendidikan yang menggambarkan aspek-aspek pelaksanaan falsafah umum dalam upaya memecahkan persoalan-persoalan pendidikan secara peraktis.
Menurut Jhon Dewey, filsafat pendidikan merupakan suatu pembentukan kemampuan dasar yang fudamental, baik yang menyangkut daya pikir (intelektual) maupun daya perasaan (emosional) menuju tabiat manusia. Menurut Imam Barnadib filsafat pendidikan merupakan ilmu uang pada hakikatnya merupakan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan dalam bidang pendidilkan. Baginya filsafat pendidikan merupakan aplikasi suatu analisis filosof terhadap pendidikan.
Untuk mendapatkan pengertian filsafat pendidikan yang lebih sempurna (jelas), ada baiknya kita melihat beberapa konsep mengenai pengertian pendidikan itu sendiri. Pendidikan adalah bimbingan ecara sadar dari pendidik terhadap perkembangan jasmani dan ruhani anak didikmenuju terbentuknya manusia yang memiliki yang utama dan ideal.
Dalam pandangan Jhon Dewey, pendidikan adalah sebagai proses pembentukan  kemampuan dasar yang fudamental, yang menyangkut: daya pikir (intelektual) maupun daya rasa (emosi). Dalam hubungan ini Al-Syaibani menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha mengubah tingkah laku individu dalam kehidupan pribadinya sebagai bagian dari kehidupan masyarakat dan kehidupan alam sekitarnya.
Dengan demikian, dari uraian di atas dapat kita tarik suatu pengertian bahwa filsafat pendidikan sebagai ilmu pengetahuan normatif dalam bidang pendidikan merumuskan kaidah-kaidah norma-norma dan atau ukuran tingkah laku perbuatan yang sebenarnya dilaksanakan oleh manusia dalam hidup dan kehidupannya.
Filsafat, jika dilihat dari fungsinya secara peraktis, adalah sebagai sarana bagi manusia untuk dapat memecahkan berbagai problematika kehidupan yang dihadapinya, termasuk dalam problematika dalam pendidikan. Oleh karena itu di simpulkan bahwa filsafat merupakan arah dan pedoman atau pijakan dasar bagi ilmu yang pada hakikatnya merupakan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan dalam bidang pendidikan yang merupakan penerapan analisis filosofis dalam lapangan pendidikan . Sebelum membicarakan problematika filsafat pendidikan, kita telaah terlebih dahulu definisi filsafat itu sendiri. Imam Barnadib mendefinisikan filsafat pendidikan sebagai “ilmu pendidikan yanng bersendikan filsafat atau filsafat yang diterapkan dalam usaha pemikiran dan pemecahan masalah pendidikan”.
Dari definisi di atas dapat dijelaskan bahwa filsafat pendidikan dapat didekati dari problema-problema pendidikan bersifat filosofis yang memerlukan jawaban yang filosofis pula. Di samping itu, filsafat pendidikan dapat pula didekati dari ide-ide filosofis yang diterapkan  untuk  memecahkan  masalah-masalah  pendidikan.  Dalam  tulisan  ini, pendekatan kedua lebih ditekankan, dibandingkan pendekatan pertama.
Makna Pendidikan dalam arti luas merupakan usaha manusia untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya, yang berlangsung sepanjang hayat. Pendidikan merupakan suatu proses pertumbuhan dan perkembangan, sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungn sosial dan lingkungan fisik, berlangsung sepanjang hayat sejak manusia lahir. Warisan sosial merupakan bagian dari lingkugan masyarakat, merupakan alat bagi manusia untuk pengembangan manusia yang terbaik dan inteligen, untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya.
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang.
Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam rangka upaya mewujudkan tujuan nasional. Dari pengertian di atas ada beberapa prinsip dasar tentang pendidikan yang dilaksanakan:
Pertama, bahwa pendidikan berlangsung seumur hidup.Usaha pendidikan sudah dimulai sejak manusia lahir dari kandungan ibunya sampai tutup usia, sepanjang ia mampu menerima pengaruh dan dapat mengembangkan dirinya. Suatu konsekuensi dari konsep pendidikan sepanjang hayat adalah, bahwa pendidikan tidak identik dengan persekolahan. Pendidikan akan berlangsung dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Kedua, bahwa tanggung jawab pendidikan merupakan tanggung jawab bersama semua manusia. Pemerintah, masyarakat, harus berusaha semaksimal mungkin agar pendidikan mencapai tujuan yang ditetapkan.
Ketiga, bagi manusia pendidikan merupakan suatu keharusan karena dengan pendidikan manusia akan memiliki suatu kemampuan dan kepribadian yang berkembang, yang disebut manusia seluruhnya. Pendidikan pada dasarnya suatu hal yang tidak dapat dielakkan oleh manusia, suatu perbuatan yang tidak boleh tidak terjadi, karena pendidikan itu membimbing generasi muda untuk mencapai suatu generasi yang lebih baik. Dari tiga prinsip di atas, tersirat pesan bahwa pendidikan merupakan proses transformasi nilai dari generasi ke generasi berikutnya. Proses transformasi nilai ini dilakukan melalui kegiatan mendidik, mengajar, dan melatih. Maka, dalam pelaksanaannya, ketiga kegiatan tersebut harus berjalan secara terpadu dan berkelanjutan serta serasi dengan perkembangan peserta didik dan lingkungan hidupnya.
Nilai-nilai yang akan kita transformasikan tersebut mencakup nilai-nilai religi, nilai-nilai kebudayaan, nilai-nilai sains dan teknologi, nilai-nilai seni, dan nilai keterampilan. Nilai-nilai yang ditransformasikan tersebut dalam rangka mempertahankan, mengembangkan, bahkan kalau perlu mengubah kebudayaan yang dimiliki masyarakat. Maka, di sini pendidikan akan berlangsung dalam kehidupan. Filsafat Pendidikan fisafat, selain memiliki lapangan tersendiri, ia memikirkan asumsi fundamental cabang-cabang pengetahuan lainnya. Apabila filsafat berpalilng perhatiannya pada sains, maka akanlahir filsafat sains. Apabila filsafat menguji konsep dasar hukum, maka akan lahir filsafat hukum. Dan, apabila filsafat berhadapan dan memikirkan pendidikan, maka akan lahirlah filsafat pendidikan.
Al-Syaibany (1979) dalam Uyoh Sadulloh (2009) menyatakan bahwa filsafat pendidikan adalah pelaksanaan pandangan falsafah dan kaidah falsafah dalam bidang pendidikan. Filsafat itu mencerminkan satu segi dari segi pelaksanaan falsafah umum dan menitikberatkan kepada pelaksanaan prinsip-prinsip dan kepercayaan-kepercayaan yang menjadi dasar dari falsafah umum dalam menyelesaikan masalah-masalah pendidikan secara praktis.
Filsafat pendidikan bersandarkan pada filsafat formal atau filsafat umum. Dalam arti bahwa masalah-masalah pendidikan merupakan karakter filsafat. Masalah-masalah pendidikan akan berkaitan dengan masalah-masalah filsafat umum, seperti:
a)      Hakikat kehidupan yang baik, karena pendidikan akan berusaha untuk mencapainya;
b)      Hakikat manusia, karena manusia merupakan makhluk yang menerima pendidikan;
c)      Hakikat masyarakat, karena pendidikan pada dasarnya merupakan suatu proses sosial;
d)     Hakikat realitas akhir, karena semua pengetahuan akan berusaha untuk mencapainya.
Selanjutnya al-Syaibany (1979) mengemukakan bahwa terdapat beberapa tugas yang diharapkan dilakukan oleh seorang filsuf pendidikan, di antaranya:
a)      Merancang dengan bijak dan arif untuk menjadikan proses dan usaha-usaha pendidikan pada suatu bangsa;
b)      Menyiapkan generasi muda dan warga negara umumnya agar beriman kepada Tuhan dengan segala aspeknya;
c)      Menunjukkan peranannya dalam mengubah masyarakat, dan mengubah cara-cara hidup mereka ke arah yang lebih baik;
d)     Mendidik akhlak, perasaan seni, dan keindahan pada masyarakat dan menumbuhkan pada diri mereka sikap menghormati kebenaran, dan cara-cara mencapai kebenaran tersebut. Filsuf pendidikan harus memiliki pikiran yang benar, jelas, dan menyeluruh tentang wujud dan segala aspek yang berkaitan dengan ketuhanan, kemansiaan, pengetahuan kealaman, dan pengetahuan sosial. Filsuf pendidikan harus pula mampu memahami nilai-nilai kemanusiaan yang terpancar pada nilai-nilai kebaikan, keindahan, dan kebenaran.
Keneller (1971) menyebutkan filsafat pendidikan merupakan aplikasi filsamat dalam lapangan pendidikan. Seperti halnya filsafat, filsafat pendidikan dapat dikatakan spekulatif, preskriptif, dan analitik. Filsafat pendidikan dikatakan spekulatif karena berusaha membangun teori-teori hakikat manusia, hakikat masyarakat, hakikat dunia, yang sangat bermanfaat dalam menafsirkan data-data sebagai hasil penelitian sains yang berbeda.
Filsafat dikatakan preskriptif apabila filsafat pendidikan menentukan tujuan-tujuan yang harus diikuti dan dicapainya, dan menentukan cara-cara yang tepat dan benar untuk digunakan dalam mencapai tujuan tersebut. Pendidikan yang bedasarkan pada falsafah Pancasila yang dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 adalah preskriptif. Karena, secara tersurat menentukan tujuan pendidikan yang akan dicapai. Pendidikan yang berdasarkan Pancasila juga menentukan cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut, dengan melalui jalur pendidikan sekolah dan luar sekolah, dilengkapi pula dengan aturan-aturan yang berkaitan dengan pelaksanaannya.
Filsafat pendidikan dikatakan analitik, apabila filsafat pendidikan menjelaskan pertanyaan-pertanyaan spekulatif dan preskriptif. Misalnya menguji rasionalitas yang berkaitan dengan ide-ide atau gagasan-gagasan pendidikan, dan menguji bagaimana konsistensinya dengan gagasan lain. Misalnya kita memperkenalkan konsep Cara Belajar Siswa Aktif. Kita kaji konsep tersebut dengan menganalisis dari sudut pandang falsafah Pancasila. Filsafat pendidikan analitik menguji secara logis konsep-konsep pendidikan, seperti apa yang dimaksud dengan Pendidikan Dasar 9 Tahun, Pendidikan Akademik, Pendidikan Seumur Hidup, dan sebagainya.
Filsafat pendidikan harus mampu memberikan pedoman kepada para perencana pendidikan, dan orang-orang yang bekerja dalam bidang pendidikan. Hal tersebut akan mewarnai perbuatan mereka secara arif dan bijak, menghubungkan usaha-usaha pendidikannya dengan falsafah umum, falsafah bangsa dan negaranya. Pemahaman akan filsafat pendidikan akan menjauhkan mereka dari perbuatan meraba-raba, mencoba-coba tanpa rencana dalam menyelesaikan masalah-masalah pendidikan.
Filsafat pendidikan juga secara vital berhubungan dengan pengembangan semua aspek pengajaran. Dengan menempatkan filsafat pendidikan pada tataran praktis, para guru dapat menemukan berbagai pemecahan pada banyak permasalahan pendidikan. Lima tujuan filsafat pendidikan dapat mengklarifikasi bagaimana dapat berkontribusi pada pemecahan-pemecahan tersebut:
a)         Filsafat pendidikan terkait dengan peletakan suatu perencanaan, apa yang dianggap sebagai pendidikan terbaik secara mutlak.
b)        Filsafat pendidikan berusaha memberikan arah dengan merujuk pada macam pendidikan yang terbaik dalam suatu konteks politik, sosial, dan ekonomi.
c)         Filsafat pendidikan dipenuhi dengankoreksi pelanggaran-pelanggaran prinsip dan kebijakan pendidikan.
d)        Filsafat pendidikan memusatkan perhatian pada isu-isu dalam kebijakan dan praktek pendidikan yang mensyaratkan resolusi, baik dengan penelitian empiris ataupun pemeriksaan ulang rasional.
e)         Filsafat pendidikan melaksanakan suatu inkuiri dalam keseluruhan urusan pendidikan dengan suatu pandangan terhadap penilaian, pembenaran, dan pembaharuan sekumpulan pengalaman yang penting untuk pembelajaran. Terdapat suatu hubungan yang kuat antara perilaku seorang guru dengan keyakinannya mengenai pengajaran danpembelajaran, siswa, pengetahuan, dan apa yang bermanfaat untuk diketahui. Terlepas di mana seseorang berdiri berkenaan dengan kelima dimensi pengajaran tersebut, guru harus tahu perlunya merefleksikan secara berkelanjutan pada apa yang ia sangat yakini dan kenapa ia meyakininya.
Dari uraian di atas terlihat bahwa peranan guru yang strategis, karena di tangannya terletak nasib generasi penerus, mengharuskan para guru memahami hakikat nilai, etika, estetika, sains, teologi, alam (kosmos), pendidikan, dan hakikat anak didik. Pemahaman terhadap lapangan filsafat memberikan panduan dan dapat menumbuhkan keyakinan terhadap misi pendidikan yang diembannya sehingga tercipta perilaku mengajar yang lebih bermakna dan lebih bermanfaat bagi peserta didik.
B.          Tiga Masalah Utama Filsafat
Sidi Gazalba (1973) dalam Uyoh Sadulloh (2009) mengemukakan bidang permasalahan filsafat terdiri atas:
1.  Metafisika, dengan pokok-pokok masalah: filsafat hakikat atau ontologi, filsafat alam atau kosmologi, filsafat manusia, dan filsafat ketuhanan atau teodyce.
2.  Teori pengetahuan, yang mempersoalkan: hakikat pengetahuan, dari mana asal atau sumber pengetahuan, bagamana membentuk pengetahuan yang tepat dan yang benar, apa yang dikatakan pengetahuan yang benar, mungkinkah manusia mencapai pengetahuan yang bendar dan apakah dapat diketahui manusia, serta sampai di mana batas pengetahuan manusia.
3.   Filsafat nilai, yang membicarakan: hakikat nilai, di mana letak nilai, apakah pada bendanya, atau pada perbuatannya, atau pada manusia yang menilainya, mengapa terjadi perbedaan nilai antara seseorang dengan orang lain, siapakah yang menentukan nilai, mengapa perbedaan ruang dan waktu membawa perbedaan penilaian.
Selanjutnya Butler (1957) mengemukakan beberapa yang dibahas dalam filsafat, yaitu:
1.  Metafisika, membahas: teologi, kosmologi, dan antropologi.
2. Epistemologi, membahas: hakikat pengetahuan, sumber pengetahuan, dan metode pengetahuan.
3. Aksiologi, membahas: etika dan estetika.
Alat-alat yang digunakan dalam merumuskan dan mengklarifikasikan filsafat pendidikan, adalah berkaitan dengan lapangan filsafat yang menjadi perhatian sentral bagi guru: metafisika, epistemologi, aksiologi, etika, estetika, dan logika. Masing-masing dari bidang ini memfokuskan pada salah satu pertanyaan yang berhubungan dengan pertanyaan-pertanyaan Apakah hakekat dari realitas? Apakah hakekat dari pengetahuan dan apakah kebenaran dapat dicapai? Menurut nilai-nilai apakah seharusnya seseorang itu tinggal dalam kehidupan? Apakah yang baik dan apakah yang buruk? Apakah hakikat dari kecantikan dan pengalaman? Dan akhirnya apakah proses-proses nalar memberikan hasil-hasil yang valid secara konsisten?
Di  dalam  filsafat,  terdapat  tiga  masalah  utama,  yakni  :
§  masalah  keberadaan termasuk masalah kenyataan,
§  masalah pengetahuan termasuk masalah  kebenaran dan,
§  masalah nilai.
Metafisika, tujuan pendidikan sesuai dengan pandangan tentang dunia yang bagaimana manusia hidup.
Epistemologi, kurikulum yang bagaimana untuk mencapai tujuan.
Aksiologi, Nilai yang mana yang menjadi pokok rujukan untuk    menentukan tujuan pendidikan.
Dari uraian diatas dapat dibuatkan bagan sebagai berikut :
Filsafat Pendidikan
ü  Filsafat <-------------------------------------------- Pendidikan
                (Problema-problema pendidikan)
ü  Filsafat ------------------------------------------- Pendidikan
                        (Ide-ide filosofis)
Masalah Utama Filsafat
ü  Keberadaan (kenyataan)   ------------------- Metafisika
ü  Pengetahuan (Kebenaran) ------------------- Epistimologi
ü  Nilai                                  ------------------- Aksiologi
Pendidikan dan Masyarakat, Problematika filsafat pendidikan dapat juga bersumber dari problem-problem yang muncul dalam bidang pendidikan itu sendiri.
Misalnya, mengenai makna pendidikan itu sendiri sampai sekarang selalu dipermasalahkan terkait dengan munculnya aliran pemikiran baru seperti aliran-aliran: poststruktualist, postmodernist, postpatriarchal dan post-Marxist. Juga, terkait dengan perubahan-perubahan yang terjadi di dalam masyarakat. Kita tentu sangat sadar bahwa proses pendidikan itu tidak berlangsung di ruang kosong, melainkan berada di tengah-tengah masyarakat yang selalu berubah  cepat,  sehingga  apa  yang  terjadi  dalam  masyarakat  akan  berpengaruh pada bidang pendidikan.
Beberapa contoh dapat di kemukakan di sini secara umum, misalnya : kurikulum  harus  selalu  disesuaikan  dengan  perkembangan  masyarakat. Contoh lain misalnya  :  apa  yang  disampaikan  oleh  Komisi  Pendidikan UNESCO  agar  lembaga pendidikan lebih memfokuskan pada empat pilar pendidikan yang fundamental, yakni : learning to know, learning to do, learning to live together and learning to be. Bahkan Komisi tersebut merekomendasikan agar learning to live together lebih dikedepankan tanpa meninggalkan yang lain, karena terkait dengan kemajemukan berbagai hal yang terjadi dalam masyarakat. Sebaliknya, pelaksanaan pendidikan juga berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas masyarakat di sekitarnya.
1)   Masalah Realitas
Masalah keberadaan (being) adalah masalah yang paling umum, karena menyangkut keberadaan pada umumnya, baik “yang ada” dalam khayalan maupun dalam kenyataan, sehingga dibedakan antara “being” dan “reality”.
 Pengertian being meliputi baik yang tidak nyata(khayali), maupun yang nyata. “yang nyata” atau reality itu sendiri ada yang tidak bersifat publik dalam arti tidak dapat didekati secara inderawi, dan ada pula yang bersifat publik dalam arti dapat di dekati secara inderawi. Yang terakhir ini oleh kattsoff disebut existance (eksistensi).
“Yang ada” dapat pula dibedakan antara yang umum dan yang khusus. Yang bersifat umum dikaji dalam ontologi, sedangkan bersifat khusus meliputi :
o    Tuhan (Theologi Filosofis)
o    Alam Semesta (Kosmologi Filosofis)
o    Manusia (Antropologi Filosofis)
Jika filsafat manusia mencari jawab terhadap pertanyaan sentral “apakah hakekat manusia itu ?”, maka filsafat pendidikan mencari jawab terhadap pertanyaan sentral “apakah hakekat  pendidikan itu ?”, Ini berarti, jika pengertian tentang hakekat manusia telah dirumuskan secara jelas.maka pengembangan terhadap  hakekat  manusia  itu  memerlukan  pendidikan sehingga  pendidikan  itu diselenggarakan dalam upaya untuk mengaktualisasikan potensi manusia (peserta didik) ke arah pengembangan yang positif, baik segi jasmaniahnya maupun segi rohaniahnya (kognitif, afektif, dan konatif) atau dalam pandangan yang lain, segi-segi : individualitas, sosialitas, moralitas, maupun religiusitasnya secara integral. Jadi, seluruh aspek atau segi kemanusiaan memerlukan upaya pendidikan untuk mengembangkannya. Filsafat  Pendidikan  sebenarnya  malanjutkan  apa  yang telah  dikaji  oleh Antropologi.
2)   Masalah Pengetahuan
Masalah  pengetahuan  termasuk  masalah  kebenaran  juga  menjadi salah satu masalah  utama  filsafat. 
 Apakah  hakekat  pengetahuan  itu?  Bagaimana  kita (umat manusia) dapat memperoleh pengetahuan? Pandangan epistemologis antara lain akan menjawab bahwa pengetahuan manusia diperoleh lewat kerjasama antara subyek yang  mengetahui dan obyek yang diketahui.
Pengetahuan manusia tidak mungkin ada tanpa salah satunya, sehingga pengetahuan manusia selalu subjektif - obyektif atau obyektif - subyektif. Disini  terjadi  kemanunggalan  antara  subyek  dan  obyek. Subyek  dapat mengetahui  obyeknya, karena  dalam  dirinya  memiliki  kemampuan - kemampuan, khususnya kemampuan akali dan inderawinya. Dalam kenyataan, manusia  dapat  memperoleh  pengetahuan  lewat  berbagai  sumber  atau  sarana seperti :  pengalaman inderawi dan pengalaman batin (external sense experience and internal sense experience),  nalar (reason), baik melalui penalaran deduktif maupun induktif (deductive and inductive reasoning), intuisi (intuition), wahyu (revelation), keyakinan (faith), authority (orang yang ahli dalam bidangnya) ,dan lewat tradisi dan pendapat umum (tradition and common-sense).
Meskipun manusia dengan segala kemampuannya telah dan akan berupaya terus untuk mengetahui obyeknya secara total dan utuh, tetapi dalam kenyataan, manusia tidak mampu untuk merengkuh obyeknya secara total dan utuh.
Apa yang diketahui manusia selalu  saja  ada  yang  tersisa. Dalam  istilah  Michael  Polanyi  (1996),  “ada  segi  tak terungkap  dari pengetahuan  manusia”.Dengan  kata  lain,  manusia  hanya  mampu mengetahui yang fenomenal saja, dan tidak mampu menjangkau yang noumenal.Hal inilah  yang  memicu  munculnya  anggapan  bahwa  pengetahuan  manusia  itu  relatif. Relativitas pengetahuan manusia itu disebabkan sekurang-kurangnya karena keterbatasan kemampuan manusia sebagai subyek yang mengetahui, dan juga karena kompleksitas obyek yang diketahui.
3)   Masalah Nilai
Masalah Nilai, baik nilai kebaikan (etika), maupun nilai keindahan (estetika) juga menjadi salah satu bagian utama filsafat.
Apakah nilai itu absolut ataukah relatif?. Dalam filsafat pendidikan, masalah nilai merupakan  bagian yang sangat penting, karena dalam pendidikan, bukan  hanya  menyangkut  transfer  pengetahuan  (transfer  of  knowledge), melainkan juga menyangkut penanaman nilai-nilai (transfer of values).
Beberapa Aliran Filsafat Pendidikan, Dalam filsafat pendidikan kita mengenal beberapa aliran: perenialisme (berakar pada realisme), esensialisme (berakar pada idealisme dan realisme), progresivisme, rekonstruksionisme, dan  neopragmatisme  (berakar  pada  pragmatisme), dan eksistensialisme. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa problematika filsafat pendidikan akan selalu timbul  dari  ide-ide  filosofis, baik  yang  menyangkut  masalah  realitas, pengetahuan, maupun masalah nilai.
Dalam  tulisan  ini  hanya  neopragmatisme  yang  akan  dijadikan contoh kasus bagaimana ide-ide filosofis itu diterapkan dalam bidang pendidikan. Tokoh yang dikenal sebagai pendiri neopragmatisme adalah Richard Rorty, seorang murid dan pengagum John Dewey.
C.          Problem Esensial Filsafat Dan Pendidikan
Masalah pendidikan adalah merupakan masalah hidup dan kehidupan manusia. Proses pendidikan berada dan berkembang bersama proses perkembangan hidup dan kehidupan manusia, bahkan keduanya pada hakikatnya adalah proses yang satu. Lodge mengatakan bahwa seluruh proses dan kehidupan manusia adalah proses pendidikan segala pengalaman sepanjang hidupnya merupakan dan memberikan pendidikan baginya.
Kependidikan memiliki ruang lingkup yang luas, karena menyangkut seluruh aspek hidup dan kehidupan manusia. Oleh karena itu, ada banyak permasalah pendidikan yang dihadapi. Permasalahan pendidikan ada yang sederhana yang menyangkut praktik dan pelaksanaan sehari-hari, tetapi ada pula di antaranya yang menyangkut masalah ang bersifat mendasar dan mendalam, sehingga memerlukan bantuan ilmu-ilmu lain dalam memecahkannya. Bahkan pendidikan juga banyak menghadapi persoalan-persoalan yang tidak mungkin terjawab dengan menggunakan analisa ilmiah semata-mata, tetapi memerlukan analisa dan pemikiran yang mendalam, yaitu analisa filsafat.
Beberapa contoh permasalahan pendidikan yang memerlukan analisa filsafat dalam memahami dan memecahkannya adalah:
1) Apakah pendidikan bermanfaat atau berguna membina kepribadian manusia atau tidak? Apakah potensi hereditas yang menentukan kepribadian ataukah faktor luar? Mengapa anak yang potensi hereditasnya relatif baik, tanpa pendidikan dan lingkungan yang baik tidak mencapai perkembangan kepribadian sebagaimana diharapkan?
2) Apakah tujuan pendidikan itu sesungguhnya? Apakah pendidikan berguna bagi individu sebdiri atau untuk kepentingan sosial; apakah pendidikan itu dipusatkan pada pembinaan manusia pribadi atau masyarakat?
3) Apakah hakikat masyarakat itu dan bagaimanakah kedudukan individu di dalam masyarakat?
4) Untuk mencapai tujuan pendidikan yang ideal, apakah pendidikan yang diutamakan, yang relevan dengan pembinaan kepribadian sehingga cakap memangku suatu jabatan di masyarakat?
5) Bagaimana asas penyelengaraan pendidikan yang baik, sentralisasi, desentralisasi atau otonomi?
Masalah-masalah tersebut hanyalah sebagian dapi problematika pendidikan, yang dalam pemecahannya memerlukan usaha-usaha pemikiran yang mendalam dan sistematis. Dalam memecahkan masalah tersebut, analisa filsafat menggunakan berbagai macam pendekatan yang sesuai dengan permasalahannya. Di antaranya pendekatan yang digunakan antara lain:
1.    Pendekatan secara spekulatif
Pendekatan ini disebut juga pendekatan reflektif, yang berrati memikirkan, mempertimbangkan, juga membayangkan dan menggambarkan. Dengan teknik pendekatan ini, dimaksudkan adalam memikirkan, mempertimbangkan, dan menggambarkan tentang sesuatu obyek untuk mencari hakikat yang sebenarnya. Masalah pendidikan memang berhubungan dengan hal-hal yang harus diketahui hakikatnya, seperti apakah hakikat mendidik dan pendidikan, hakikat manusia, hakikat manusia, masyarakat, kepribadian, kurikulum, kedewasaan, dan sebagainya.
2.    Pendekatan normative
Yaitu nilai atau aturan dan ketentuan yang berlaku dan dijunjung tinggi dalam hidup dan kehidupan, juga merupakan masalah kependidikan. Dengan pendekatan ini, diharapkan untuk berusaha memahami nilai-nilai norma yang berlaku dalam hidup dan kehidupan manusia dalam proses kehidupan, serta bagaimana hubungan nilai dan norma tersebut dengan pendidikan. Sehingga dapat dirumuskan petunjuk-petunjuk ke arah mana usaha pendidikan akan diarahkan.
3.    Pendekatan analisa konsep
Artinya, pengertian, atau tangkapan seseorang terhadap suatu obyek. Setiap orang memiliki pengertian atau penangkapan yang berbeda-beda mengenai suatu hal yang sama. Dengan pendekatan ini, diharapkan untuk memahami konsep dari para ahli pendidikan tentang bagaimana masalah yang berhubungan dengan pendidikan.
4.    Analisa ilmiah
Sasaran pendekatan ini adalah masalah-masalah kependidikan yang aktual, yang menjadi problema di masa kini. Dengan menggunakan metode-metode ilmiah, dapat didiskripsikan dan kemudian dipahami permasalah-permasalahan yang hidup dalam masyarakat dan dalam proses pendidikan serta aktivitas yang berhubungan dengan pendidikan.
Selanjutnya, menurut Harry Schofield, sebagaimana dikemukakan oleh Imam Bernadib dalam bukunya Filsafat Pendidikan, menekankan bahwa analisa filsafat terhadap masalah-masalah pendidikan digunakan dua macam pendekatan, yaitu:
1)      Pendekatan filsafat historis
Yaitu dengan cara mengadakan deteksi dari pertanyaan-pertanyaan filosofis yang diajukan, mana-mana yang telah mendapat jawaban dari para ahli filsafat sepanjang sejarah. Dari jawaban-jawaban yang ada, dapat dipilih jawaban mana yang sekiranya sesuai dan dibutuhkan.
2)      Pendekatan filsafat kritis
Yaitu dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan filosofis dan diusahakan jawabannya secara filosofis pula.
Analisa dalam pendekatan filsafat kritis adalah:
a.     Analisa bahasa (linguistik)
Analisa bahasa adalah usaha untuk mengadakan interpretasi yang menyangkut pendapat-pendapat mengenai makna yang dimilikinya.
b.    Analisa konsep
Sedangkan analisa konsep adalah suatu analisa mengenai istilah-istilah (kata-kata) yang mewakili gagasan.
D.          Problem Pendidikan Yang Memerlukan Analisis Yang Bersifat Filosofis
1.      Mengapa pendidikan itu harus dilakukan terhadap manusia? Apakah pendidikan bermanfaat atau berguna membina kepribadian manusia atau tidak?
2.      Dalam pendidikan itu mana yang paling berpengaruh dalam pembentukan tingkah laku atau kecerdasan sesesorang? Apakah factor hereditas, atau factor lingkungan? Atau kerja sama kedua-duanya?
3.      Apakah yang akan terjadi bila si anak yang mempunyai hereditas yang baik, tapi dia tumbuh dalam lingkungan yang kurang baik? Atau sebaliknya?
4.      Apakah pendidikan itu untuk kepentingan masyarakat? Apakah pembinaan pribadi itu demi untuk kepentingan hidup yang riil dalam kehidupan dunia saat ini, ataukah untuk kehidupan kita di akhirat kelak?
5.      Siapakah yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pendidikan itu? Apakah orangtua? Masyarakat atau Negara? Atau oleh swasta?
6.      Bagaimana kurikulum yang ideal dalam suatu masyarakat?
7.      Bagaimanakah metode yang efektif dalam mendidik anak-anak? Atau mendidik mahasiswa? Bahkan orang dewasa.
8.      Dalam kondisi sekarang Nampak gejala-gejala yang menggambarkan bahwa anak-anak sudah kurang hormat terhadap gurunya bahkan terhadap orang tuanya sekaligus.
9.      Bagaimanakah penyelenggaraan pendidikan yang baik? Apakah secara sentralisasi, desentralisasi, atau otonomi saja.
10.  Apakah hakikat masyarakat itu, bagaimanakah kedudukan individu di dalam masyarakat? Apakah pribadi itu defenden atau indefenden di dalam masyarakat? Apakah hakikat pribadi manusia itu, manakah yang utama yang sesungguhnya baik untuk didikan manusia itu, apakah ilmu, intelek, atau akalnya, kemampuannya, ataukah perasaannya (akal, karsa, dan rasa)
Semua problema, persoalan kependidikan sebagaimana kita sebutkan di atas, kiranya dia memerlukan usaha pemecahan dan pemikiran yang mendasar dan sistematis, yang kita sebut dengan analisis filsafat, karena masalahnya adalah masalah filosofis. Dengan memahami semua permasalahan tersebut maka setia pendidik dapat melaksanakan tugas dan funsinya dengan lebih mantap.dan menyadari akan kebenaran dari jawaban-jawaban problema tersebut di atas merupakan prinsip yang pundamental bagi keberhasilan suatu tugas pendidikan. Demikian pula dengan memahami asas filosofis tadi, maka filsafat pendidikan merupakan asas normative di dalam pendidikan.

BAB III
PENUTUP
A.     Kesimpulan
Problematika filsafat pendidikan dapat muncul dari ide-ide filosofis yang akan berpengaruh pada penerapannya dalam bidang pendidikan. Juga, dapat muncul dari bidang pendidikan itu sendiri yang  terkait dengan perubahan yang  terjadi  dalam masyarakat, tempat proses pendidikan itu berlangsung. Dalam kajian filsafat terutama dalam kajian filsafat pendidikan kita sebagai calon guru dihadapkan pada problem-problem yang bersangkutan dengan kepribadian kita sebagai calon guru baik dalam mengambil sikap untuk membimbing peserta didik untuk berperilaku yang sesuai dengan yang diharapkan.
Selain itu kita sebagai calon guru juga dihadapkan pada berbagai pandangan mengenai filsafat. Dimana kita sebagai calon guru haruslah mempunyai filsafat hidup yang nantinya dapat membimbing pandangan hidup menjadi lebih mantap. Tidak terlepas dari itu semua kita dalam kehidupan selalu dihadapkan pada problem-problem yang menuntut kita untuk mamapu memberikan solusi pada setiap problema yang ada. Termasuk problema dalam bidang pendididkan berkaitan dengan peserta didik.
B.      SARAN
1.         Bagi dosen untuk dapat memberikan gambaran mengenai filsafat dan pendididkan.
2.         Agar pembelajaran menjadi maksimal perlu adanya partisipasi setiap mahasiswa termasuk dalam berdiskusi.
3.         Bagi semua pihak semoga makalah ini menjadi motivasi kita untuk berlajar dan menggali ilmu.

Comments

Popular Posts