Fisika Inti,
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Salah satu persyaratan
suatu obat adalah aman dalam arti stabil secara fisika maupun kimia, sehingga
suatu produk harus diketahui stabilitasnya sebelum beredar dipasaran. Tujuan
pemeriksaan kestabilan ini adalah untuk menjamin bahwa obat yang dipasarkan
tersebut memenuhi spesifikasi meski sudah lama disimpan.Suatu obat atau bahan
obat mempunyai Waktu paruh tertentu yang dapat memberikan gambaran mengenai
stabilitasnya, yaitu gambaran kecepatan terurainya obat atau kecepatan
degradasi kimiawinya.
Waktu kadaluarsa
merupakan gambaran dari stabilitas obat dalam penyimpanan. Stabilitas obat
merupakan kemampuan suatu produk untuk bertahan dalam batas yang ditetapkan
sepanjang periode penyimpanan dan penggunaan. Sifat dan karakteristiknya sama
dengan yang dimilikinya pada saat produk dibuat. Kestabilan obat dapat dilihat
dari beberapa hal dengan suatu perubahan dalam penampilan fisik seperti warna,
bau, rasa dan tekstur. Sedangkan dalam hal lain perubahan kimia dapat terjadi
yang tidak bisa dibuktikan sendiri dan hanya bisa dibuktikan melalui analisis
kimia. Waktu dimana kandungan suatu obat telah mencapai 90% dari kadar yang
tertera pada etiket jika disimpan pada tempat dan suhu yang sesuai. Berarti
sekitar 10% dari kandungan obat telah mengalami penguraian. Disinilah letak
perlu ditentukannya waktu kadaluarsa suatu zat. Waktu paruh adalah
waktu yang diperlukan sampai jumlah (konsentrasi) pereaksi menjadi
setengan (separuh) konsentrasi semula.
Oleh karena itu, Berdasarkan
uraian singkat di atas maka dibuat makalah yang berjudul “Penerapan waktu paruh
dalam menentukan waktu kadaluarsa obat”.
B.
Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada makalah ini yakni,
Bagaimanakah penerapan waktu paruh dalam menentukan waktu kadaluwarsa obat?
C.
Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam pembuatan
makalah ini yakni, agar mahasiswa mampu mengetahui penerapan waktu paruh dalam
menentukan waktu kadaluarsa obat.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Waktu paruh
Waktu paruh adalah
waktu yang diperlukan sampai jumlah (konsentrasi) pereaksi menjadi setengan
(separuh) konsentrasi semula. Perlu diingat yang dihitung dalam Waktu paruh adalah
jumlah pereaksi yang tinggal, dan ini dapat dilakukan bila reaksi berpereaksi
tunggal (satu macam) ( Syukri, 1999 ).
Waktu paruh
didefinisikan sebagai periode waktu di mana jumlah cacah inti atom induk yang
bersifat radioaktif tinggal separuh dari cacah semula.
T1/2 = ...
(2.1)
Pada saat t = nT1/2,
dengan n bilangan bulat maka persamaan (2.1) dapat dituliskan:
Ni(t) = No ...
(2.2)
Sebagai contoh dapat
dikemukakan bahwa peluruhan alfa yang terjadi pada gas radon menjadi isotop polonium memiliki umur paruh 3,8 hari. Hal ini berarti
bahwa jika kita memiliki 1 g radon dalam wadah tertutup akan tertinggal 0,5 g
setelah 3,8 hari; 0,25 g setelah 7,6 hari; 0,125 g setelah 11,4 harii; dan
seterusnya (Yusman,2012).
B.
Aktivitas
Aktivitas merupakan
laju peluruhan dan didefinisikan sebagai jumlah peluruhan tiap satuan waktu
(Yusman,2012).
Aktivitas menyatakan
laju peluruhan inti atom radiaoaktif dengan simbol matematis A. Besarnya aktivitas suatu unsur
radioaktif dinyatakan:
A =
Atau
A = -λN ...
(2.3)
(Iswadi,2012).
A
= =
λNi(t) = λNo e-λt ...
(2.4)
Aktivitas inti pada setiap saat A memenuhi :
A
= Ao e-λt ...
(2.5)
Satuan SI untuk
aktivitas becquerel (Bq) , sebagai penghormatan atas jasa Henry Becquerel yang
telah menemukan radioaktivitas pada tahun 1896.
1 Becquerel = 1 Bq = 1
kejadian/sekon
Satuan tradisional dari
aktivitas adalah Curie (Ci), yang pada awalnya didefinisikan sebagai aktivitas
1 g radium .
Radium ditemukan pertama kali oleh Pierre dan Marie Curie pada tahun 1898.
Karena harga yang tepat pada 1 curie berubah pada saat metode pengukuran
bertambah maju maka sekarang didefinisikan:
1 Ci = 3,7.1010 peluruhan/sekon
Jarum jam yang
berpendar dimungkinkan mengandung beberapa mikro curie radium. Kalium memiliki
aktivitas 1 mili curie per kg yang ditimbulkan sebagian kecil radio isotop yang terdapat didalamnya.
Hampir semua energi
yang berperan dalam sejarah geologis bumi dapat diruntut, dan ternyata berasal
dari peluruhan isotop radioaktif uranium, thorium, dan kalium yang
dikandungnya. Diyakini bahwa bumi terjadi sekitar 4,5 bilium tahun yang lalu
sebagai benda yang lebih dingin dan kecil yang tersusun atas logam besi dan
mineral dan silikat yang berputar mengelilingi matahari. Kalor yang berasal
dari unsur radioaktif yang terkumpul pada bagian dalam bumi yang masih muda,
dan setelah cukup waktunya kalor ini menimbulkan pelelehan sebagian. Pengaruh
gravitasi menyebabkan besi berpindah ke bagian pusat membentuk teras cair dari
planet bumi. Medan geomagnetik timbul dari arus listrik yang mengalir dalam
teras.
Silikat yang lebih
ringan naik keatas membentuk mantel batuan yang membangun 80% isi bumi.
Sebagian besar dari radioaktifitas bumi sekarang terkosentrasi pada mantel yang
bagian atas dan kerak bumi. Dalam hal
ini kalor yang timbul terlepas keluar dan tidak dapat terkumpul untuk
melelehkan bumi. Aliran kalor tunak cukup kuat untuk menggerakkan keping-keping
raksasa sehingga permukaan bumi terbagi menjadi pertumbuhan gunung, daerah
gempa dan gunung berapi yang bekaitan dengan gerakan tersebut (Yusman,2012).
C.
Stabilitas suatu
obat
Obat adalah suatu bahan
yang dimaksudkan untuk digunakan dalam menetapkan diagnosa, mencegah,
mengurangkan, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka
atau kelainan badaniah dan rohaniah pada manusia atau hewan, memperelok badan
atau bagian badan manusia (Anief, 1988).
Stabilitas suatu obat
adalah suatu pengertian yang mencakup masalah kadar obat yang berkhasiat. Batas
kadar obat yang masih bersisa 90% tidak dapat lagi disebut sub standar waktu
diperlukan hingga tinggal 90% disebut umur obat.
Pada pembuatan obat
harus diketahui Waktu paruh suatu obat. Waktu paruh suatu obat dapat memberikan
gambaran stabilitas obat, yaitu gambaran kecepatan terurainya obat atau
kecepatan degradasi kimiawinya. Panas, asam-asam, alkali-alkali, oksigen,
cahaya, kelembaban dan faktor-faktor lain dapat menyebabkan rusaknya obat.
Mekanisme degradasi dapat disebabkan oleh pecahnya suatu ikatan, pergantian
spesies, atau perpindahan atom-atom dan ion-ion jika dua molekul bertabrakan
dalam tabung reaksi (Moechtar, 1989).
Ada dua hal yang
menyebabkan ketidakstabilan obat, yang pertama adalah labilitas dari bahan obat
dan bahan pembantu, termasuk struktur kimia masing-masing bahan dan sifat kimia
fisika dari masing-masing bahan. Yang kedua adalah faktor-faktor luar, seperti
suhu, cahaya, kelembaban, dan udara, yang mampu menginduksi atau mempercepat
reaksi degradasi bahan. Skala kualitas yang penting untuk menilai kestabilan
suatu bahan obat adalah kandungan bahan aktif, keadaan galenik, termasuk sifat
yang terlihat secara sensorik, secara miktobiologis, toksikologis, dan
aktivitas terapetis bahan itu sendiri. Skala perubahan yang diijinkan
ditetapkan untuk obat yang terdaftar dalam farmakope. Kandungan bahan aktif
yang bersangkutan secara internasional ditolerir suatu penurunan sebanyak 10%
dari kandungan sebenarnya (Voight, R., 1994).
Suatu obat
kestabilannya dapat dipengaruhi juga oleh pH, dimana reaksi penguraian dari
larutan obat dapat dipercepat dengan penambahan asam (H+) atau basa (OH-)
dengan menggunakan katalisator yang dapat mempercepat reaksi tanpa ikut
bereaksi dan tidak mempengaruhi hasil dari reaksi. (Ansel, 1989).
Kestabilan dari suatu
zat merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam membuat formulasi suatu
sediaan farmasi. Hal itu penting mengingat sediaannya biasanya diproduksi dalam
jumlah yang besar dan juga memrlukan waktu yang lama untuk sampai ketangan
pasien yang membutuhkannya. Obat yang disimpan dalam jangka waktu yang lama
dapat mengalami penguraian dan mengakibatkan hasil urai dari zat tersebut
bersifat toksik sehingga dapat membahayakan jiwa pasien. Oleh karena itu, perlu
diketahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kestabilan suatu zat hingga dapat dipilih suatu kondisi dimana
kestabilan obat tersebut optimum. (Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
2004).
D.
Laju perubahan
reaksi
Kestabilan dan tak
tercampurkan. Proses laju umumnya adalah sesuatu yang menyebabkan
ketidakaktifan obat melalui penguraian obat, atau melalui hilangnya khasiat
obat karena perubahan bentuk fisik dan kima yang kurang diinginkan dari obat
tersebut. Disolusi Yang perlu diperhatikan dari faktor disolusi adalah
kecepatan berubahnya obat dalam bentuk sediaan padat menjadi bentuk larutan
molekular. Proses absorpsi, distribusi, dan eliminasi Beberapa proses ini
berkaitan dengan laju absorbs obat ke dalam tubuh, laju distribusi obat dalam
tubuh, dan laju pengeluaran obat setalah proses ditribusi dengan berbagai
faktor, seperti metabolisme, penyimpanan dalam organ tubuh, dan melalui
jalur-jalur pelepasan. Kerja obat pada tingkat molekular obat Obat dapat dibuat
dalam bentuk yang tepat dengan menganggap timbulnya respon dari obat merupakan
suatu proses laju. (Martin, 1990)
Laju reaksi atau
kecepatan reaksi dinyatakan sebagai perubahan konsentrasi zat pereaksi atau
produk tiap satuan waktu. Jika kita tahu persamaan kimia suatu reaksi, maka
dapat ditentukan lajunya dengan mengetahui perubahan konsentrasi reaktan atau
produknya yang dapat dideteksi secara kuantitatif. Faktor-faktor yang
mempengaruhi laju reaksi yaitu keadaan alami atau reaktifitas pereaksi, luas
permukaan, konsentrasi, temperatur, katalis, dan cahaya. Hukum laju pada
umumnya laju reaksi bergantung pada semua zat-zat yang terlibat dalam reaksi
dan jika konsentrasi suatu preaksi ditambah, laju reaksi pun meningkat (Anief,
1988)
Proses laju merupakan
hal dasar yang perlu diperhatikan bagi setiap orang yang berkaitan Kefarmasiaan,
mulai dari pengusaha obat sampai ke pasien. Pengusaha obat harus dengan jelas
menunjukkan bahwa bentuk obat atau sediaan yang dihasilkannya cukup stabil
sehingga dapat disimpan dalam jangka waktu yang cukup lama, dimana obat tidak
berubah menjadi zat tidak berkhasiat atau racun, ahli farmasi harus mengetahui
kestabilan potensial dari obat yang dibuatnya. Dokter dan pasien harus
diyakinkan bahwa obat yang ditulis atau digunakannya akan sampai pada tempat
pengobatan dalam konsentrasi yang cukup untuk mencapai efek pengobatan yang
diinginkan. Ada beberapa prinsip dan proses laju yang berkaitan dimasukkan
dalam rantai peristiwa ini yaitu: kestabilan dan tak tercampurkan, disolusi,
proses absorbs,distribusi dan eliminasi, dan kerja obat pada tingkat molekuler
obat ( Martin, 1993)
Beberapa prinsip dan
laju yang berkaitan dikaitkan dengan peristiwa :
1. Kestabilan dan tak
tercampurkan, proses laju umumnya adalah sesuatu yang menyebabkan ketidak
aktifan obat melalui penguraian obat, atau melalui khasiat obat melalui
penguraian obat, atau melalu ikhasiat obat karena perubahan bentuk fisik dan
kimia yang kurang di inginkan dari obat tersebut.
2. Disolusi, kecepatan
berubahnya obat dalam bentuk sediaan padat menjadi bentuk larutan molekular.
3. Proses absorbsi,
distribusi, daneliminasi. Proses ini berkaitan dengan laju absorbsi obat
kedalam tubuh, laju distribusi obat dalam tubuh dan laju pengeluaran obat
setelah proses distribusi dengan berbagai faktor.
4. Kerja obat pada
tingkat molekuler, obat dapat dibuat dalam bentuk yang tepat dengan menganggap
timbulnya respon dari obat merupakan suatu proses dari laju.
Orde reaksi, dari hukum
aksi massa, suatu garis lurus didapat bila laju reaksi diplot sebagai fungsi
dari konsentrasi reaktan dipangkatkan dengan bilangan tertentu.
Orde reaksi keseluruhan
adalah jumlah pangkat konsentrasi-konsentrasi yang menghasilkan sebuah garis
lurus. Orde bagi tiap reaktan adalah pengkat dari tiap konsentrasi reaktan.(
Martin, 1993 )
Satuan tetapan K pada
orde reaksinya
Orde nol : -d[a]/dt = K
K
= mol L-1 s-1
Orde I : -d[a]/dt = K[A]
K
= 1/waktu= s-1
OrdeII :
–d[A]/dt= K[A]2
K= Lmol -1s -1
Orde reaksi akan
mempunyai satuan: (konsentrasi)1-n (waktu) -1 .Tetapan K adalah
tetapan laju spesifik sehingga tiap perubahan kondisi seperti suhu, pelarut akan
mempunyai tetapan k yang berbeda Satuan tetapan kepada orde
Orde Nol
Waktu paruh
Waktu
yang dibutuhkan untuk menghilanhkan waktu setenganya
Orde
I
Waktu paruh
Orde II (A + B P)
Jika : a dan b masing-masingkonsentrasi awal dari A
dan B;
X adalah jumlah mol A dan B yang bereaksi dalam
waktu t
Maka:
E.
Metode Waktu
Paruh
Waktu yang dibutuhkan
oleh suatu obat untuk terurai setengahnya dari konsentrasi mula-mula adalah
waktu paruh. Dalam reaksi orde nol, waktu paruh sebanding dengan konsentrasi
awal (Co) seperti pada tabel waktu paruh:
Orde Persamaan orde reaksi
Persamaan waktu paruh
0 X = k.t
T 1/2 = Co / 2k1
log Co = k . t(Co – X) 2,303
T 1/2 = 0,693 / k2
X
= k.t Co(Co – X)
T ½ = 1 / Co.k
(Martin, 1990)
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Waktu kadaluarsa merupakan gambaran dari
stabilitas obat dalam penyimpanan. Stabilitas obat merupakan kemampuan suatu
produk untuk bertahan dalam batas yang ditetapkan sepanjang periode penyimpanan
dan penggunaan. Sifat dan karakteristiknya sama dengan yang dimilikinya pada
saat produk dibuat. Kestabilan obat dapat dilihat dari beberapa hal dengan
suatu perubahan dalam penampilan fisik seperti warna, bau, rasa dan tekstur.
Sedangkan dalam hal lain perubahan kimia dapat terjadi yang tidak bisa
dibuktikan sendiri dan hanya bisa dibuktikan melalui analisis kimia. Waktu
dimana kandungan suatu obat telah mencapai 90% dari kadar yang tertera pada
etiket jika disimpan pada tempat dan suhu yang sesuai. Berarti sekitar 10% dari
kandungan obat telah mengalami penguraian. Disinilah letak perlu ditentukannya waktu
kadaluarsa suatu zat. Waktu paruh adalah waktu yang diperlukan sampai
jumlah (konsentrasi) pereaksi menjadi setengan (separuh) konsentrasi
semula.
Adapun
dalam penerapannya waktu paruh dalam menentukan waktu kadaluarsa obat sangat
membantu dalam mengetahui kapan suatu zat mengalami penguraian selama 10%. Obat yang disimpan dalam jangka waktu yang lama
dapat mengalami penguraian dan mengakibatkan hasil urai dari zat tersebut
bersifat toksik sehingga dapat membahayakan jiwa pasien. Oleh karena itu, perlu
diketahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kestabilan suatu zat hingga dapat dipilih suatu kondisi dimana
kestabilan obat tersebut optimum sehingga kita dapat menggunakan metode waktu
paruh untuk mengetahui 50% dari waktu optimum dari suatu zat atau obat yang
akan dikomsumsi.
B.
Saran
Saran yang dapat diberikan pada makalah ini,
tentunya dalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan untuk itu
pemakalah berharap agar saran dan kritik yang mendukung dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini nantinya. Dan tentunya sebagai seorang yang memiliki
disiplin ilmu perlu mengetahui bagaimana penerapan waktu paruh dalam menentukan
waktu kadaluarsa obat agar dapat membantu masyarakat dalam memilih obat yang
akan dikomsumsi.
DAFTAR
PUSTAKA
Alferd Martin. 1993. Farmasi Fisik Jilid 2. Jakarta: UI
press.
Anief, M.. 1988. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Ansel, Howard C. 1985. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi Iv.
UI press. Jakarta.
Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. 1979. Farmakope
Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Iswandi. 2012. Pendahuluan
Fisika Inti. Makassar: Alauddin University Press.
Lachman, L., Lieberman,
H. A., Kanig, J. L.. 1986. Teori dan
Praktek Farmasi Industri, Edisi ketiga. diterjemahkan oleh: Suyatmi, S..
Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.
Martin. A.. 1993. Farmasi Fisika, Edisi III, Jilid II.
Jakarta:Indonesia University Press.
Moechtar. 1989. Farmasi Fisika : Bagian Larutan dan Sistem
Dispersi. Jogjakarta:Gadjah Mada
University Press.
Voight, R.. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi.
Jogjakarta:Gadjah Mada University Press.
Wiyatmo, Yusman.2012.Fisika Nuklir.Yogyakarta:Pustaka Pelajar Offset.
Comments
Post a Comment