Sejarah Gerakan Mahasiswa,
Sejarah Gerakan
Mahasiswa
Oleh Wamil Nur
“Misi
satu-satunya intelektual adalah mengubah antagonisme dialektika objektif
menjadi pikiran subjektif rakyat” Ali Syariati
Salah
satu instrument penting dalam perubahan sosial dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
dilakukan oleh para pemuda khususnya mahasiswa. Mahasiswa merupakan generasi
penerus bangsa yang memiliki predikat sebagai agen perubahan. Status yang
disandang mahasiswa menyebabkan mahasiswa memiliki tanggungjawab sosial dalam
berbangsa dan bernegara. Dalam menyikapi mahasiswa kedepan, mahasiswa memiliki
beberapa tugas yaitu Pertama ; Mahasiswa harus melakukan penguasaan terhadap
ilmu secara sungguh-sungguh, Kedua ; Membangun
spritualisme dalam diri dan Ketiga ; Mengakrabkan
diri dengan realitas sosial yang terjadi disekelilingnya.
Mahasiswa
hendaknya tidak hanya belajar di ruang-ruang kelas tetapi juga belajar diluar
ruang-ruang kelas khususnya di organisasi. Tidak semua ilmu pengetahuan didapat
dibangku perkuliahan. Bangku kuliah merupakan bagian kecil dari sarana untuk
mendapatkan pengetahuan secara teoritis. Oleh karena itu, mahasiswa diharapkan
aktif dalam berbagai organisasi kemahasiswaan. Organisasi merupakan wahana
efektif dalam mengembangkan potensi diri, sarana belajar bersama, berinteraksi
dengan orang lain, membentuk serta mendewasakan karakter, mengasah ketajaman
dan kepekaan sosial dan membangun idealism dan kritisisme dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara.
Pergulatan
panjang bangsa Indonesia tidak terlepas dari peran pemuda dan mahasiswa. Hal
ini terlihat dari rentetan peristiwa yang terjadi dalam catatan sejarah bangsa
indonesia. Sejarah telah mencatat dengan tinta emas peran mahasiswa dari masa
ke masa dalam mengawal proses perubahan yang terjadi di Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI).
Sejarah
panjang gerakan pemuda dan mahasiswa tidak terlepas dari pengaruh dikeluarkanny
kebijakan oleh pemerintah belanda. Kebijakan yang dikenal dengan nama politik
etis merupakan politik balas budi yang dilakukan oleh pemerintah belanda.
Politik etis yang diusulkan oleh C.Th.Van Deventer pada tahun 1899. Melalui
tulisannya utang budi, ia mengemukakan bahwa belanda berutang kepada hindia
belanda terhadap keuntungan yang didapatnya selama dasawarsa-dasawarsa selama
ini. Atas dasar pidato Ratu Wilhemnia pada tahun 1901 bermulalah zaman baru
dalam politik kolonial.
Politik
etis terdiri atas tiga instrument kebijakan yaitu irigasi, imigrasi, dan pendidikan. Dampak paling nyata dari
kebijakan ini adalah terbukanya kesempatan yang luas di kalangan pribumi untuk
mengakses pendidikan modern ala barat. Pendidikan modern ala barat inilah yang
kemudian mematikan sistem pendidikan tradisional yang lahir dari tanah
nusantara. Sistem pendidikan tradisional seperti pesantren, surau dll
kehilangan kekuatannya. Perlu diketahui bersama bahwa dalam sejarahnya bahwa
system pendidikan tradisional seperti pesantren merupakan tempat untuk
menumbuhkan semangat perlawanan terhadap kolonialisme dan imperialism.
Pemuda-pemuda
yang memiliki kesempatan untuk mengakses pendidikan modern kemudian membentuk
berbagai organisasi kemasyarakatan. Organisasi kemasyarakatan yang di ikat oleh
berbagai anasir-anasir primordialisme. Pada tahun 1905 berdirilah organisasi
pertama pribumi yang ikat oleh semangat primordialisme islam yang didirikan
oleh H.Samanhudi. Organisasi yang bernama SDI (serikat dagang islam) yang pada
tahun 1912 kemudian berubah nama menjadi SI.
Pada
tahun 1908, sebuah organisasi yang didirikan oleh Sutomo dkk. Organisasi ini
bernama Budi Utomo. Organisasi ini didirikan pada tanggal 20 mei 1908 oleh
pemuda dan mahasiswa sebagai refleksi sikap kritis dan kegelisahan intelektual
bertujuan untuk kemajuan bangsa, khususnya dalam bidang pendidikan, pertanian,
peternakan, perdagangan, teknik, industri dan kebudayaan. Boedi Oetomo menandai
suatu gerakan pembaharuan dan pencerdasan bangsa dalam membebaskan diri dari
kolonialisme.
Diinspirasi oleh pembentukan
Kelompok Studi Surabaya dan Bandung, menyusul kemudian Perhimpunan Pelajar
Pelajar Indonesia (PPPI),
prototipe organisasi yang menghimpun seluruh elemen gerakan mahasiswa yang
bersifat kebangsaan tahun 1926, Kelompok Studi St. Bellarmius yang menjadi
wadah mahasiswa Katolik, Cristelijke Studenten Vereninging (CSV) bagi mahasiswa
Kristen, dan Studenten Islam Studie-club (SIS) bagi mahasiswa Islam.
Kebangkitan kaum terpelajar, mahasiswa, intelektual, dan aktivis pemuda itulah,
munculnya generasi baru pemuda Indonesia yang memunculkan Sumpah Pemuda pada
tanggal 28 Oktober 1928. Sumpah Pemuda dicetuskan melalui Konggres Pemuda II
yang berlangsung di Jakarta pada 26-28 Oktober 1928, dimotori oleh PPPI.
Pada
dekade ke 4 abad ke 20, Secara umum kondisi pendidikan maupun kehidupan politik
pada zaman pemerintahan Jepang jauh lebih represif dibandingkan dengan kolonial
Belanda, antara lain dengan melakukan pelarangan terhadap segala kegiatan yang
berbau politik; dan hal ini ditindaklanjuti dengan membubarkan segala
organisasi pelajar dan mahasiswa, termasuk partai politik, serta insiden kecil
di Sekolah Tinggi Kedokteran Jakarta yang mengakibatkan mahasiswa dipecat dan
dipenjarakan. Salah satu peran angkatan muda 1945 yang bersejarah, dalam kasus
gerakan kelompok bawah tanah yang antara lain dipimpin oleh Chairul Saleh dan Soekarni saat
itu, yang terpaksa menculik dan mendesak Soekarno dan Hatta agar secepatnya
memproklamirkan kemerdekaan, peristiwa ini dikenal kemudian dengan peristiwa
Rengasdengklok.
Sejak kemerdekaan, muncul
kebutuhan akan aliansi antara kelompok-kelompok mahasiswa, di antaranya Perserikatan Perhimpunan Mahasiswa Indonesia (PPMI), dibentuk melalui Kongres Mahasiswa yang pertama
di Malang tahun 1947. Selanjutnya, dalam masa Demokrasi Liberal (1950-1959),
seiring dengan penerapan sistem kepartaian yang majemuk saat itu, organisasi
mahasiswa ekstra kampus kebanyakan merupakan organisasi dibawah partai-partai
politik. Misalnya, GMKI Gerakan Mahasiswa kristen Indonesia, PMKRI Perhimpunan Mahasiswa Katholik Republik Indonesia dengan Partai Katholik, Gerakan Mahasiswa
Nasional Indonesia (GMNI)
dekat dengan PNI, Concentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI) dekat dengan PKI, Gerakan Mahasiswa Sosialis Indonesia (Gemsos) dengan PSI, Pergerakan Mahasiswa
Islam Indonesia (PMII)
berafiliasi dengan Partai NU, Himpunan Mahasiswa
Islam (HMI) dengan Masyumi, dan
lain-lain.
Pada
tahun 1965 dan 1966, pemuda dan mahasiswa Indonesia banyak terlibat
dalam perjuangan mengukuhkan era pemerintahan soeharto. Gerakan ini dikenal
dengan istilah Angkatan '66, yang menjadi awal kebangkitan gerakan mahasiswa
secara nasional, sementara sebelumnya gerakan-gerakan mahasiswa masih bersifat
kedaerahan. Tokoh-tokoh mahasiswa saat itu adalah mereka yang kemudian berada pada
lingkar kekuasaan Soeharto, di antaranya Cosmas Batubara (Eks
Ketua Presidium KAMI Pusat), Sofyan Wanandi, Yusuf Wanandi ketiganya dari PMKRI ,Akbar Tanjung dari HMI
dll. Angkatan '66 mengangkat isu Komunis sebagai
bahaya laten negara. Gerakan ini berhasil membangun kepercayaan masyarakat
untuk mendukung mahasiswa menentang Komunis yang ditukangi oleh PKI (Partai Komunis Indonesia). Salah satu tokoh
penggerak sekaligus presidium KAMI ketika itu yaitu Zamroni.
Pada
tahun 1974, realitas berbeda dihadapi oleh gerakan mahasiswa angkatan 66 dan
74. Gerakan mahasiswa tahun 1966 yang berafiliasi dengan militer sedangkan
gerakan mahasiswa pada tahun 1974 resisten terhadap militer yang mengukuhkan
kekuasaan soeharto. Gerakan mahasiswa pada tahun 1974 memicu lahirnya peristiwa
malari (Malapetaka Lima Belas Januari). Peristiwa malaria merupakan respon
mahasiswa terhadap kebijakan soeharto terhadap pihak asing. Peristiwa malaria
tidak lebih daripada intrik pertarungan perebutan pasar antara pemodal jepang
dan amerika.
Empat
tahun kemudian gerakan mahasiswa dikekang dengan dikeluarkannya kebijakan
NKK/BKK. Pada tahun 1978, kebijakan ini mengakibatkan aktivitas gerakan
mahasiswa hanya terkotak-kotakkan dalam kampus sehingga menciptakan mental
event organizer.
Pada
tahun 1998, terbentuklah gerakan 1998 menuntut reformasi dan
dihapuskannya "KKN" (korupsi, kolusi dan nepotisme) pada 1997-1998, lewat pendudukan gedung DPR/MPR oleh ribuan mahasiswa, akhirnya memaksa Presiden Soeharto
melepaskan jabatannya. Berbagai tindakan represif yang menewaskan aktivis
mahasiswa dilakukan pemerintah untuk meredam gerakan ini di antaranya: Peristiwa Cimanggis, Peristiwa Gejayan, Tragedi Trisakti, Tragedi Semanggi I dan II , Tragedi Lampung. Gerakan
ini terus berlanjut hingga pemilu 1999. Dan disambutlah era reformasi yang kita nikmati
hari ini.
Dewasa
ini, gerakan mahasiswa terasa redup dan bias. Mahasiswa tidak menemukan pola
gerakan yang tepat. Mahasiswa seakan-akan kehilangan roh geraknya dalam
menrespon kenyataan-kenyataan yang terjadi dalam masyarakat. Oleh karena itu,
seharusnya mahasiswa dapat memposisikan diri sebagai mitra pemerintah. Baik
sebagai mitra kerja dalam mengawal kebijakan pemerintah yang pro rakyat dan
menjadi mitra kritis terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak
menguntungkan masyarakat.
Comments
Post a Comment