Pengertian, Munasabah,
A. Pengertian
Munasabah
Munasabah adalah salah satu pembahasan
‘ulumul Al-Qur’an. Pembahasan tentang munasabah
pertama kali diperkenalkan oleh seorang alim bernama Al-Imam Abu Bakar An-Naisabury
atau Abu Bakr ‘Abdullah ibn Muhammad Ziyat Al-Naisavury (wafat tahun 324 H).
Secara harfiah,kata munasabah berarti
perhubungan, pertalian, pertautan, persesuaian, kecocokan dan kepantasan. Kata al-munasabah, adalah sinonim (muradif) dengan kata al-muqarabah dan al-musyaqala, yang masing-masing berarti berdekatan dan persamaan.
Di antara contoh kata al-munasabah
dalam konteks pengertian ini ialah munasabah
illat hukum (alasan logis) dalam
teori al-qiyas (analogi), yaitu sifat
yang berdekatan atau memiliki persemaan dalam penetapan hukum.
Adapun yang dimaksud dengan munasabah dalam terminologi ahli-ahli
ilmu al-Qur’an sesuai dengan pengertian harfiahnya di atas ialah : segi-segi
hubungan atau persesuaian al-Qur’an antara bagian demi bagian dalam berbagai
bentuknya. Yang dimaksud dengan segi hubungan atau persesuaian ialah semua
pertalian yang merujuk kepada makna-makna yang mempertalikan satu bagian dengan
bagian lain. Sedangkan yang dimaksud dengan bagian demi bagian ialah semisal
antara kata/kalimat dengan kata/kalimat, antar ayat dengan ayat, antara awal
surat dengan akhir surat, antara surat yang satu dengan surat yang lain, dan
begitulah seterusnya hingga tergambar bahwa al-Qur’an itu merupakan satu
kesatuan yang utuh dan menyeluruh ( holistik ).
Orang yang pertama menulis munasabah secara tersendiri adalah Abu
Ja’far Ibn Zubayr, guru dari Abu Hayyan kemudian disusul oleh Imam Fakhr al-Din
al-Razi. Akan tetapi sebagai dijelaskan oleh Imam al-Zarkasyi, bahwa yang
paling banyak mengemukakan munasabat dalam penafsiran al-Qur’an adalah Imam
Fakhr al-Din sendiri. Walau Abu Ja’far orang pertama yang menulis secara
terpisah, tetapi yang mula-mula memperkenalkan ilmu ini di Baghdad, yang
sebelumnya tidak ada yang membicarakannya adalah Imam Abu Bakr al-Naisaburi (
w.324 H ). Ulama yang pembahasannya tentang al-munasabat secara panjang lebar
adalah Ibrahim bin ‘Umar al-Biqa’i ( w.885 H./1480 M. ), dengan judul Nazhm al-Durar fi tana:sub al-A:yi wa
al-suwar.
Seperti diingatkan para pujangga dan
sastrawan, diantara ciri ubahan suatu bahasa yang layak dikategorikan baik dan
indah ialah manakala rangkaian susunan kata demi kata, kalimat demi kalimat,
alinea demi alinea, dan seterusnya memiliki keterkaitan dan hubungan demikian
rupa sehingga menggambarkan kebahasaan itu sebagai suatu kesatuan yang tidak
pernah terputus. Al-Qur’an sangat memenuhi persyaratan yang ditetapkan para
pujangga itu, mengingat keseluruhan al-Qur’an terdiri atas 30 juz, 114 surat,
hampir 88.000 kata dan lebih dari 300.000 huruf, itu seperti ditegaskan
al-Qurthubi ( w.671 H ) laksana suatu surat yang tidak dapat dipisah-pisahkan.
Satu hal yang patut ditegaskan ialah bahwa kesatuan Al-Qur’an itu terjadi sama
sekali bukan karena dipaksakan melainkan
bisa dibuktikan melalui hubungan antar bagian demi bagiannya itu.
Tertib urut-urutan surat dan terutama
ayat-ayat Al-Qur’an yang oleh kebanyakan ulama diyakini bersifat kauqifi ( sudah givent dari Allah apa
adanya, mendorong kita untuk mengilustrasikan Al-Qur’an berbentuk bundar dari
pada memahaminya dalam konteks persegi panjang. Dengan cara pandang seperti
ini, maka akan terasa lebih mudah memahami munasabah Al-Qur’an. Bukan saja dari
segi kata demi kata, bagian demi bagian dan ayat demi ayat, melainkan juga
antara surat demi surat dalam mana antara surat yang satu dengan surat yang
lain benar-benar memiliki hubungan yang sangat erat. termasuk hubungan antara
surat an-Nas (114) sebagai surat yang terakhir dengan surat al-Fatihah (1) yang
ditetapkan sebagai surat yang pertama.
Hubungan antara surat an-Nas dengan
surat al-Fatihah terutama terletak pada persesuaian antara keduanya yang
sama-sama mengedepankan sifat-sifat ilahiah
( ketuhanan ). Dalam surat al-Fatihah (1) tersebut empat macam sifat Allah
melalui ungkapan : rabbul-‘alamin
arrahman, ar-rahim, dan maliki yaumiddin; sedangkan dalam surat an-Nas
(114) tersebut tiga macam sifat Allah yaitu: rabbin-nas, malikin-nas, dan ilahin-nas.
Dengan pemahaman seperti ini juga akan mempermudah kita memahami kedudukan basmalah yang ada dalam surat al-Fatihah
dalam fungsinya sebagai pemisah ( fashilah ) antara surat dalam hubungan ini
surat al-Fatihah dengan surat an-Nas. Jika Al-Qur’an dipahami dalam konteks
persegi panjang, maka bukan hanya akan mengalami kesulitan dalam membayangkan
hubungan antara surat an-Nas dengan surat al-Fatihah, tetapi sekaligus juga
akan sulit ketika memahami fungsi basmalah
yang ada dalam surat al-Fatihah.
B. Cara
Mengetahui Munasabah
Para
ulama menjelaskan bahwa pengetahuan tentang munasabah bersifat ijtihadi.
Artinya, pengetahuan tentangnya ditetapkan berdasarkan ijtihad karena tidak
ditemukan riwayat, baik dari Nabi maupun para sahabatnya. Oleh karena itu,
tidak ada keharusan mencari munasabah pada setiap ayat. Alasannya, Al-Qur’an
diturunkan secara berangsur-angsur mengikuti berbagai kejadian dan peristiwa
yang ada. Oleh karena itu, terkadang seorang mufasir menemukan keterkaitan
suatu ayat dengan yang lainnya dan terkadang tidak. Ketika tidak menemukan
keterkaitan itu, ia tidak diperkenankan memaksakan diri. Dalam hal ini, Syekh’
Izzuddin bin ‘Abd As-Salam berkata : “ munasabah adalah sebuah ilmu yang baik,
tetapi kaitan antar kalam mensyaratkan adanya kesatuan dan keterkaitan bagian
awal dengan bagian akhirnya. Dengan demikian, apabila terjadi pada berbagai
sebab yang berbeda, keterkaitan salah satunya dengan lainnya tidak menjadi
syarat. Orang yang mengaitkan tersebut berarti mengada-adakan apa yang tidak
dikuasainya. Kalaupun itu terjadi, iya mengaitkannya hanya dengan ikatan-ikatan
lemah yang pembicaraan yang baik saja pasti terhindar darinya, apalagi kalam
yang terbaik.
Untuk
meneliti keserasian susunan ayat dan surat ( munasabah ) dalam Al-Qur’an
diperlukan ketelitian dan pemikiran yang mendalam. As-Suyuthi menjelaskan ada
beberapa langkah yang perlu diperhatikan untuk menemukan munasabah ini, yaitu :
·
Harus diperhatikan tujuan pembahasan
suatu surat yang menjadi objek pencarian.
·
Memperhatikan uraian ayat-ayat yang
sesuai dengan tujuan yang dibahas dalam surat.
·
Menentukan tingkatan uraian-uraian itu,
apakah ada hubungannya atau tidak.
·
Dalam mengambil kesimpulannya, hendaknya
memperhatikan ungkapan-ungkapan bahasannya dengan benar dan tidak berlebihan.
C. Segi-Segi
Munasabah Dan Pertalian Antar Ayat Dan Surat
Dalam
Al-Qur'an seperti ditegaskan sebelum ini, pertaliannya tidak semata-mata
terletak pada hubungan antar ayat dan antar surat, akan tetapi juga terdapat
bagian demi bagian yang lainnya dari bagian yang terbesar atau panjang hingga
bagian demi bagian yang terpendek atau terkecil. Sehubungan dengan itu maka
para ilmu-ilmu Al-Qur'an sering membagi-bagikan munasabah ke dalam
beberapa model. Diantaranya yang cukup masyhur ialah :
·
Munasabah
antara jumlah dalam satu ayat
·
Munasabah
antara permulaan dan akhir ayat (munasabah antara mabda' dengan fashilah);
·
Munasabah
antara ayat dalam satu surat
·
Munasabah antara
ayat sejenis dalam berbagai surat
·
Munasabah antar
pembuka dan penutup suatu surat
·
Munasabah antar
akhir surat yang satu dengan awal surat yang lain ;
·
Munasabah antar
surat ;
·
Munasabah antar
nama-nama surat.
Sungguhpun munasabah Al-Qur'an itu
banyak model atau jenisnya, namun yang paling popular dan umum dikenal
masyarakat luas ialah terbatas pada munasabah antar ayat dan munasabah antar
surat. Itulah sebabnya mengapa ilmu munasabah ini lazim pula dipendekkan dengan
sebutan al-munasabah baynalayati was-suwari= hubungan antar ayat-ayat
dan surat-surat ( Al-Qur'an ). Atas dasar ini maka pembahasan lebih lanjut akan
lebih focus kepada hubungan antar ayat dan antar surat dari pada pembahasan
tentang segi-segi hubungan lainnya. Namun demikian, tidak berarti hubungan dari
segi-segi lain akan di kesampingkan sama sekali mengingat diantara penyebab kei'jazan
Al-Qur'an itu seperti pernah disinggung dalam bagian lain buku ini justru
terletak pada hubungan Al-Qur'an itu secara keseluruhan. Termasuk hubungan
antara huruf yang satu dengan huruf yang lain.
Berkenaan dengan ihwal huruf dalam
Al-Qur'an, meski bukan dalam konteks ilmu munasabah yang sedang dibahas, Ibnu Khaldun
(732-808 H/1332-1406 M) antara lain menyatakan bahwa huruf memiliki peran yang
sangat penting berkenaan dengan teknik pengucapan suara dalam mengekspresikan
isi hati dan lain sebagainya. Dan masing-masing umat beragama tidaklah sama
dalam hal pengucapan melalui huruf-huruf itu mengingat antara umat yang satu
dengan umat yang lain memiliki bentuk dan jumlah huruf yang berlainan.
Jika hubungan antar huruf memiliki
kedudukan sangat penting dalam mengucapkan ( melafalkan ) Al-Qur'an dan
memaknainya, maka demikian pula halnya mengenai hubungan antar kalimat dan
jumlah dalam Al-Qur'an juga dapat di pastikan mempunyai arti dan kedudukan yang
signifikan. Seperti diketahui, hubungan antara ayat dalam Al-Qur'an ada kalanya
dapat dikenali dengan jelas dan mudah, tetapi ada juga hubungan ( irtibath)
ayat yang tidak mudah diketahui dengan jelas, akan tetapi harus melalui
analisis yang terkadang memerlukan ketekunan dan kesabaran disamping keahlian.
Ayat-ayat yang irtibath-nya mudah dikenali ialah bagian demi bagian ayat atau
ayat-ayat yang antara keduanya berhubungan erat antara bagian yang satu dengan
bagian yang lain. Sehingga, ayat itu tidak akan dapat dipahami atau minimal
pemahamannya tidak sempurna bahkan sangat dimungkinkan salah, manakala
mengabaikan hubungan bagian tertentu dengan bagian yang lain.
Demikian pula kesulitan tidak akan bisa
terhindarkan manakala seseorang mengabaikan hubungan bagian yang kedua dengan
bagian yang berikutnya atau tidak menghiraukan bagian yang pertama atau bagian
yang sebelumnya. Apakah hubungan bagian demi bagian itu dalam konteks ta'kid
( penguat ), tafsir ( penjelas ), atau dalam kerangka i'tiradh (
bantahan ) dan penekanan ( at-tasydid). Lebih-lebih jika hubungan
antara jumlah atau antara ayat Al-Qur'an itu satu sama lain merupakan satu
kesatuan yang mustahil bisa dipisahkan pemahamannya melibatkan jumlah atau ayat
yang lain sebagaimana banyak terdapat dalam ayat-ayat Al-Qur'an.
Comments
Post a Comment