Makalah Filsafat Pendidikan, Pengertian Filsafat Pendidikan,
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pada abad
modern ini, manusia selalu mencari menggali potensi yang ada pada
dirinya, ia ingin menemukan sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain, dengan
demikian ia berhasil menemukan ilmu yang namanya Filsafat Ilmu, sehingga ilmu
tersebut telah memperoleh perhatian yang lebih besar di kalangan
para magister, sarjana dan mahasiswa di negeri ini dibandingkan
dengan masa-masa yang lalu. Dalam filsafat ilmu inilah kita akan memperoleh
pendidikan sehingga muncullah filsafat pendidikan.
Manusia
mampu mengembangkan pengetahuan yang merupakan rahasia kekuasaannya. Manusia
adalah satu-satunya makhluk yang mengembangkan pengetahuan secara
sungguh-sungguh. Dia memikirkan hal-hal baru, karena dia hidup bukan
sekedar untuk kelangsungan hidup, namun lebih dari itu. Manusia
mengmebangkan kebudayaan; manusia memberi makna kepada kehidupannya; manusia
memanusiakan diri dalam hidupnya.
Usaha
mengkaji dan memperkenalkan ilmu ini dari waktu ke waktu semakin bertambah
meningkat, terutama karena adanya kecenderungan yang semakin tumbuh terhadap
pemahaman Filsafat pendidikan itu sendiri secara rasional.
Seorang
Ilmuan selalu ingin mengembangkan apa yang diyakini benar, dia ingin mengetahui
apa sebenarnya hakekat ilmu dalam konteks pengetahuan lainnya. Seorang
ilmuan ingin tahu sejauh mana hubungan antara ilmu dengan agama sehingga
munculah sekarang ilmu yang namanya filsafat Islam, ia juga ingin mengatahui
sejauh mana kaitannya ilmu pendidikan dengan pengembangan sumber daya manusia,
apakah Filsafat pendidikan itu sendiri mempunyai peranan dalam pengembangan
sumber daya manusia serta dapat membawa kebahagiaan kepada dirinya.
Oleh
karena itu dalam makalah ini penulis ingin mencoba mengkaji Peranan filsafatpendidikan
terhadap pengembangan sumber daya menusia.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka kami menarik beberapa rumusan
masalah, diantaranya sebagai berikut:
Ø
Apakah pengertian Filsafat
pendidikan ?
Ø
Apakah pengertian Peningkatan
sumber daya manusia?
Ø
Sejauh
mana peranan filsafat pendidikan dengan peningkatan sumber daya manusia ?
C.
Tujuan
Berdasarkan
rumusan masalah diatas, maka tujuan penulisan makalah ini yaitu sebagai
berikut:
Ø Mengetahui pengertian Filsafat pendidikan.
Ø Mengetahui pengertian Peningkatan sumber daya
manusia.
Ø Mengetahui peranan
filsafat pendidikan dengan peningkatan sumber daya manusia.
D.
Manfaat
Berdasarkan
rumusan masalah diatas, maka manfaat penulisan makalah ini yaitu sebagai
berikut:
Ø
Memberi
pengetahuan tentang bagaimana hasil dari usaha manusia mengembangkan diri.
Ø
Memberikan
pemaparan mengenai filsafat dalam hubungannya dengan kepribadian seseorang.
Ø
Memberikan
pemaparan mengenai filsafaat dalam hubungannya dengan peningkatan sumber daya
manusia.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Filsafat
Pendidikan dan Kepribadian
Peningkatan kualitas
sumber daya manusia tentunya berbeda dari zaman ke zaman. Sifat, bentuk dan
arahannya tergantung dari kondisi lingkungan dan kebutuhan masyarakat
masing-masing.
Di masyarakat
tradisional, peningkatan kualitas sumber daya manusia masih terbatas pada aspek-aspek tertentu, yang erat kaitannya
dengan tradisi setempat. Peningkatan itu tak lepas hubungannya dengan filsafat
hidup dan kepribadian masing-masing. Dalam pengertian sederhana kepribadian
jati diri dan pandangan hidup seseorang, masyarakat atau bangsa. Kondisi ini
dibentuk oleh tradisi kehidupan masyarakat ataupun oleh usaha yang terprogram.
Namun demikian, sederhana apapun, pembentukan itu tak lepas dari peran
pendidikan. Pendidikan, menurut Hasan Langgulung, pada prinsipnya dapat dilihat
dari dua sudut pandang: individu dan masyarakat.
Dilihat dari
sudut pandang individu, pendidikan merupakan usaha untuk membimbing dan
menghubungkan potensi individu. Sementara sementara dari sudut pandang
kemasyarakatan, pendidikan merupakan usaha pewarisan nilai-nilai budaya dari
generasi tua kepada generasi muda, agar nilai-nilai budaya tersebut tetap
terpelihara. Dalam konteks ini, dapat dilihat hubungan antara pendidikan dengan
tradisi budaya dan kepribadian suatu masyarakat, betapapun sederhananya
masyarakat tersebut. Hal ini dapat dilihat ketika tradisi sebagai muatan budaya
senantiasa terlestarikan dalam masyarakat, dari generasi ke generasi
berikutnya. Pelestraian nilai-nilai budaya tersebut, bagaimanapun, hanya akan
mungkin terlaksana apabila ada pendukungnya secara sinambung dari generasi ke
generasi. Hubungan ini tentunya hanya akan mungkin terjadi bila para pendukung
nilai tersebut dapat menularkannya kepada generasi penerusnya.
Transfer
nilai-nilai budaya yang paling efektif adalah melalui proses pendidikan. Dalam
masyarakat modern, proses pendidikan tersebut didasarkan pada suatu sistem yang
sengaja dirancang sebagai suatu program pendidikan secara formal, oleh sebab
itu, dalam penyelenggaraannya dibentuk kelembagaan pendidikan formal.
Menurut Hasan
Langgulung (1986), pendidikan mencakup dua kepentingan utama, yaitu
pengembangan potensi individu dan pewarisan nilai-nilai budaya. Kedua hal ini
berkaitan erat dengan pandangan hidup suatu masyarakat atau bangsa itu
masing-masing. Dengan kata lain, sistem pendidikan sebagaimanapun sederhananya
mengandung karakteristik tentang jati diri atau pandangan hidup masyarakat atau
bangsa yang membuatnya.
Pandangan hidup
yang merupakan jati diri ini berisi nilai-nilai yang dianggap sebagai suatu
secara ideal adalah benar. Dan nilai kebenaran itu sendiri berbeda antara
masyarakat atau bangsa yang satu dengan lainnya. Nilai-nilai kebenaran yang
idealis ini disebut sebagai filsafat hidup yang dijadikan dasar dalam
penyusunan sistem pendidikan. Selain itu, nilai-nilai tersebut juga sekaligus
dijadikan tujuan yang akan dicapai dalam pelaksanaan sistem pendidikan
dimaksud.
Dengan demikian,
antara rantai hubungan itu terlihat pada perincian sebagai berikut:
1. Setiap
masyarakat atau bangsa memiliki sistem nilai ideal yang dipandang sebagai suatu
yang benar.
2. Nilai-nilai
tersebut perlu dipertahankan sebagai suatu pandangan hidup atau filsafat hidup
mereka.
3. Agar
nilai-nilai tersebut dapat dipelihara secara lestari, perlu diwariskan kepada
generasi muda.
4. Usaha
pelestarian melalui pewarisan ini efektifnya melalui pendidikan.
5. Untuk
menyeleraskan pendidikan yang diselenggarakan dengan muatan yang terkandung
dalam nilai-nilai yang menjadi pandangan hidup tersebut, maka secara sistematis
program pendidikan harus menempatkan nilai-nilai tadi sebagai landasan dasar,
muatan dan tujuan yang akan dicapai.
Pandangan ini dapat diangkat dari
sejumlah sistem pendidikan diberbagai negara yang menggambarkan hubungan
filsafat bangsa dengan tujuan pendidikan yang akan dicapainya. Sejak zaman
Yunani kuno, hubungan seperti itu telah diterapkan. Setidak-tidaknya ada dua
negara yang menampilkan sisi pandang yang berbeda, yaitu Sparta dan Athena.
Sparta, sebagai negara militer, memiliki
sisi pandang yang didasarkan pada nilai-nilai fisik. Menurut mereka, manusia
yang paling ideal adalah manusia yang berfisik kuat, bertubuh kekar dan
pemberani. Oleh karena itu, menurut mereka, pendidikan yang benar adalah
apabila dapat membentuk manusia yang sehat dan kuat secara fisik. Dasar
pemikiran ini mereka jadikan sebagai
landasan dalam menyusun sistem pendidikan dalam penerapannya, negara diberi
wewenang untuk menjadi pemilik peserta didik secara mutlak. Setiap bay yang
lahir adalah milik negara dan sepenuhnya di bawah tanggung jawab penguasaan
negara. Karena itu, setiap kelahiran diawasi melalui seleksi yang ketat. Bayi
laki-laki yang sehat diasuh oleh negara, sedangkan bayi laki-laki yang sakit
atau cacat dibunuh.
Selanjutnya dikemukakan, bahwa
pendidikan yang diselenggarakan oleh negara dengan menggunakan sistem
pendidikan militer. Sejak bayi mereka sudah diasuh di asrama, diberi makanan
yang begizi dan setelah menginjak usia kanak-kanak, pendidikan mulai diterapkan
secara intensif. Materi pendidikan dirancang dengan titik berat pada pendidikan
jasmani dan kemiliteran. Disiplin utama pendidikan adalah membentuk manusia
yang sehat fisik dan berotot kekar. Inilah gambaran pendidikan orang-orang
Sparta.
Sebaliknya, di negara tetangganya,
Athena, pandangan tentang pendidikan agak berbeda. Menurut mereka, manusia
memiliki potensi fisik, emosi dan akal. Tujuan pendidikan adalah mengembangkan
ketiga potensi tersebut secara berimbang. Sebab, menurut pandangan mereka,
pendidikan yang ideal adalah pendidikan yang dapat membentuk manusia yang
harmonis.
Atas dasar pemikiran filsafat dan pandangan
hidup ini, maka pendidikan yang diselenggarakan bangsa Athena jadi berbeda
dengan sistem pendidikan Sparta. Kurikulum pendidikannya yang terangkum dalam trivium memuat mata pelajaran ilmu
hitung, gymnasium dan musik. Ketiga mata pelajaran pokok ini diarahkan pada
pengembangan potensi akal, perasaan dan jasmani. Kemudian diberikan pula mata
pelajaran logika dan retorika. Kurikulum ini selanjutnya terus dikembangkan
menjadi qaudrivium yang terdiri dari
musik, matematika, ilmu ukur dan ilmu bintang, seperti yang kemudian diterapkan
disekolah-sekolah di zaman romawi.
Di zaman modern, proses serupa terus
berlanjut. Negara yang menempatkan komunisme sebagai pandangan hidup bangsanya,
seperti Uni Soviet (sebelum Gorbachev), maupun Republik Rakyat China (di zaman
Mao Tse Tung), tampaknya cenderung meneruskan pola pendidikan Sparta, walaupun
tidak sama persis. Filsafat materialisme menjadi dasar sistem pendidikan
mereka. Tujuan pendidikan diarahkan pada manusia pekerja yang mengabdi pada
kepentingan negara. Setiap warga negara seakan menjadi bagian dari mesin yang
diarahkan dapat memproduksi materi bagi kepentingan negara. Oleh karena itu,
kelompok warga negara yang dinilai potensial adalah kaum buruh dan kaum tani,
karena kedua bidang ini secara nyata mampu memproduksi materi, berupa hasil
teknologi dan bahan pangan. Maka untuk mencapai hasil yang maksimal, negara
memiliki kewenangan penuh untuk menguasai warga yang tergabung dalam
satuan-satuan komune. Warga negara
mengabdi kepada negara dalam bentuk pengabdian bertingkat secara hierarki.
Anggota mengabdi kepada ketua komune, dan ketua komune mengabdi kepada ketua
presidium tertinggi yang memiliki kekuasaan tak terbatas. Rakyat hanyalah
pekerja yang harus mengabdi kepada negara.
Bila pendidikan dikembalikan pada fungsinya
sebagai usaha untuk mengembangkan potensi individu dan sekaligus sebagai usaha
mewariskan nilai-nilai budaya, maka pendidikan juga menyangkut pembentukan
kepribadian. Pendidikan berkaitan dengan usaha untuk mengubah sikap dan tingkah
laku. Sedangkan kepribadian berhubungan dengan pola tingkah laku.
Setidak-tidaknya, kepribadian dapat
dilihat dari empat aspek muatannya. Pertama,
aspek personalia, yaitu kepribadian dilihat dari pola tingkah laku lahir dan
batin yang dimiliki seseorang. Kedua,
aspek individualitas, yakni karakteristik atau sifat-sifat khas yang dimiliki
seseorang secara individu berbeda dengan individu lainnya. Ketiga, aspek mentalitas, sebagai perbedaan yang berkaitan dengan
cara berpikir. Mentalitas sebagai gambaran pola pikir seseorang. Keempat, aspek identitas, yaitu
kecenderungan seseorang untuk mempertahankan sikap dirinya dari pengaruh luar.
Identitas merupakan karakteristik yang menggambarkan jati diri seseorang.
Berdasarkan keempat aspek tersebut,
terlihat bagaimana hubungan antara pendidikan dan pembentukan kepribadian, dan
hubungannya dengan filsafat pendidikan yang bersumber dari nilai-nilai budaya
sebagai pandangan hidup suatu bangsa.
B.
Pengertian
Pengembangan Sumber Daya Manusia.
Menurut Hillary Clinton di dalam
bukunya IT TAKERS A VELLAGE (1996) tak kala ia menyatakan bahwa seorang anak
adalah produk orang sekampung. Pada dasarnya lingkungan adalah sumber
daya alam antara manusia dan lingkungannya terjadi interaksi. Sedangkan menurut
Stahri eclmends dan Jhon Lecky dalam Eviron Mental Administration 1993), dalam
hubungan itu ada dua yang penting adalah terjadi silus pendukung kehidupan atau
“life support” dan terjadi dampak kegiatan manusia terhadap lingkungan
atau “man’s inpact on invironment”. Kedua hal ini menjadi beban lingkungan,
sehingga pada suatu saat daya dukung lingkungan terhadap beban itu mendekati
ambang batas menjadi nol. Semua itu disebabkan karena kemerosotan daya dukung
lingkungan itu. Untuk Indonesia digambarkan secara amat dramatis
oleh MT ZENDI dalam bukunya kelesterian lingkungan hidup (1979).
Sumber daya manusia (Human Receuces)
adalah the people who ready, welliang, and able to contribute to organization
goods, demikian Wellian B Werther dan Keith Davis dalam human resurces and
personal management (1996-596) sudah barang tentu, yang dimaksud dengan
organisasi dalam “organizational goods” bukan saja industri atau perusahaan,
tetapi juga organisasi diberbagai bidang politik pemerintahan, hokum, social
budaya lingkungan dan sebagainya.
Dalam pengembangasn sumber daya
manusia ada dua sisi pokok, yaitu sisi Sumber daya dan sisi manusia, dimensi
pokok sisi sumber daya adalah konstribusinya terhadap organisasi dan
lingkungannya, sedangkan sisi pokok manusia adalah perlakuan lingkungan dan
organisasi terhadapnya, yang pada gilirannya menentukan kualitas dan
kapabilitas hidupnya. Hal ini digambarkan oleh Robert B lake dan Jane
Mouton dalam teori manajemen ((managerial grid theori, reft, Keith Davis dan
Jhon W. Newstron human Behavior at work, organizational Behavion 1985, 29).
Dari uraian di atas dapat
digambarkan bahwa kualitas manusia dapat merosot atau menurun yang disebabkan
oleh sesuatu kekuatan baik internal maupun eksternal. Dalam perkembangan
dan penemuan ilmu Pengetahuan mempunyai nilai pembentukan, nilai itu sangat
dopengaruhi oleh penggunaan temuan (cration invention) ilmu pengetahuan itu
disebut Tehnologi The brauch of knowledge tahat deals weth industrial arts,
applied science, Ingineering, etg, the application of knowledge for pragtical
ends) sejarah membuktikan bahwa teknologi tidak pernah susut atau surut, selain
semakin pesat perkembangannya juga semakin tinggi dari teknologi alat sampai
pada bioteknologi.
Perkembangan atau pertumbuhan
ekonomi saat ini masih tergantung pada sumber daya alam seperti mineral,
hutan, perkebunan besar, lahan pertanian dan industri pengelola sumber daya
alam. Kemampuan sumber daya alam dengan peningkatan kebutuhan manusia
yang menjadi beban pertumbuahan ekonomi, hal ini disebabkab kemampuan sumber
alam tidak sebanding dengan peningkatan jumlah penduduk akibatnya banyak
Negara-negara yang merosot akibat ulahnya sendiri.
Dewasa ini sejumlah Negara-negara
dikawasan dunia ini khidupan Negara yang bersangkutan nyaris tidak memiliki
sumber daya alam. Hal diakibatkan kualitas sumber daya alamnya rendah.
Sumber daya manusia berkualitas
tinggi adalah sumber daya manusia yang mampu menciptakan bukan saja nilai
komperatif tetapi juga nilai kompetitif-generatif-inovatif yang menggunakan
energi yang tinggi seperti Integence, Creativity dan Imagination, tidak lagi
semata-mata menggunakan energi kasar seperti bahan mentah, lahan, air, tenaga
otot dan sebagainya.
Nilai sumber daya manusia sepanjang
sejarah mengalami beberapa pase perkembangan sebagai berikut :
1. Sumber daya manusia sebagai
budak,pembudayaan dapat dipahami sebagai perbudakan structural dan
perbudakan non structural, jika dimensi hak dan kewajiban digunakan sebagai
parameter sumber daya manusia, maka dalam kondisi sebagai budak (perbudakan)
kewajiban sumber daya manusia penuh sementara haknya nol.
2. Sumber daya manusia sebagai beban,
Status sumber daya manusia sebagai beban dialami terutama oleh Negara
berkembang atau yang baru saja merdeka dari penjajahan atau bebas dari
perbudakan.
3. Sumber daya manusia sebagai potensi,
kondisi sumber daya manusia sebagai potensi dialami terutama oleh Negara yang
melancarkan program diklat besar-besaran, Sumber daya manusia potesial
memiliki keterampilan dan keahlian tertentu menumbuhkan lapangan kerja yang
sesuai dengan hidupnya.
C.
Peranan
Filsafat Ilmu dengan pengembangan sumber daya manusia.
Manusia adalah makhluk yang memiliki beberapa potensi
bawaan.
Dari sudut
pandang yang dimiliki itu, manusia dinamai dengan berbagai sebutan. Dilihat dari
potensi intelektualitasnya, manusia disebut homointelectus. Manusia juga
disebut sebagai homo faber, karena
manusia memeilki kemampuan untuk membuat
barang dan peralatan. Kemudian manusia pun disebut homo sacins atau homo saciale
abima, karena manusia adalah makhluk bermasyarakat. Dilain pihak, manusia juga
memiliki kemampuan merasai,mengerti, membeda-bedakan, kearifan, kebijaksanaan,
dan pengetahuan.
Atas dasarnya
kemampuan tersebut, manusia disebut homosapiens.
Filsafat pendidikan, seperti dikemukakan oleh Imam
Bernadib, disusun atas dua pendekatan. Pendekatan pertama bahwa filsafat pendidikan diartikan
sebagai aliran yang didasarkan pada pandangan filosofis tokoh-tokoh tertentu. Sedangkan
pandangan kedua adalah usaha untuk menemukan jawaban dari pendidikan beserta
problem-problem yang ada yang memerlukan tinjauan filosofis.
Dengan adanya filsafat, manusia
di mungkinkan dapat melihat kebenaran tentang sesuatu di antara kebenaran yang
lain. Hal ini membuat manusia mencoba mengambil pilihan, di antara alternatif
yang ada saat itu, sehingga manusia mampu menghadapi masalah-masalah yang ada
dan pelajaran untuk menjadi bijaksana.
Disamping itu filsafat memberikan
petunjuk dengan metode pemikiran reflektif agar kita dapat menyerasikan antara
logika, rasa, rasio, pengalaman dan agama pemenuhan kebutuhan hidup yang
sejahtera.
Manusia dalam kehidupannya
mempunyai kebutuhan yang banyak. Adanya kehidupan inilah yang mendorong manusia
untuk melakukan berbagai tindakan dalam rangka pemenuhan kebutuhan. Menurut
Ashley Montagu, kebudayaan mencerminkan tanggapan manusia terhadap kebutuhan
dasar hidupnya.
Sebaliknya, manusia pun memiliki
potensi mental untuk dikembangkan. Berbagai potensi mental yang terangkum dalam
aspek kognisi, emosi dan konasi dapat dikembangkan manusia untuk menjadi
makhluk yang berperadaban (homo sapien). Peningkatan dan pengembangan diri ini
menyebabkan manusia memiliki tingkat peradaban yang berbeda dan mengarah dari
zaman ke zaman. Kemajuan peradaban manusia ini terlihat dari adanya periodisasi
sejarah umat manusia seperti zaman prasejarah dan zaman sejarah: zaman kuno,
zaman pertengahan, zaman modern hingga zaman pascamodern (post modern).
Manusia memiliki berbagai potensi
atau sumber daya untuk meningkatkan kualitas kehidupannya. Sumber daya ini pada
dasarnya baru berupa kemungkinan, layaknya lembaga atau benih pada
tumbuh-tumbuhan. Hasilnya baru akan terlihat apabila potensi tersebut dapat
disalurkan melalui pengarahan, bimbingan maupun latihan yang terarah, teratur
dan sinambung.
Peningkatan kualitas sumber daya
manusia tentunya berbeda dari zaman ke zaman. Sifat, bentuk dan arahannya
tergantung dari kondisi lingkungan dan kebutuhan masyarakat masing-masing.
Dalam komunitas nelayan misalnya, peningkatan kualitas sumber daya diarahkan
pada upaya untuk membentuk seseorang menjadi nelayan yang terampil. Peningkatan
kualitas sumber daya terlihat dari mereka yang semula awam terhadap masalah
yang menyangkut kehidupan nelayan menjadi nelayan profesional, mencakup
ketepatan menentukan manusia ikan, menggunakan berbagai perangkat alat
penangkap ikan, pembuatan perahu serta peralatannya. Peningkatan kualitas ini
setidaknya telah mampu mengangkat status orang yang semula hanya pemegang atau
nelayan gurem itu menjadi nelayan profesional. Demikian pula halnya pada
lingkungan kehidupan masyarakat tani, pedagang dan lainnya.
Di masyarakat tradisional,
peningkatan kualitas sumber daya manusia masih terbatas pada aspek-aspek
tertentu, yang erat kaitannya dengan tradisi setempat. Namun yang jelas,
peningkatan itu tak lepas hubungannya dengan filsafat hidup dan kepribadian
masing-masing. Dalam pengertian sederhana, filsafat diartikan sebagai
kepribadian jati diri dan pandangan hidup seseorang, masyarakat atau bangsa.
Kondisiini dibentuk oleh tradisi kehidupan masyarakat ataupun oleh usaha yang
terprogram. Namun demikian, sesederhana apa pun, pembentukan itu tak lepas dari
peran pendidikan. Pendidikan, pada prinsipnya dapat dilihat dari dua sudut
pandang: individu dan masyarakat.
Dilihat dari sudut pandang
individu, pendidikan merupakan usaha untuk membimbing dan menghubungkan potensi
individu. Sementara dari sudut pandang kemasyarakatan, pendidikan merupakan
usaha pewarisan nilai-nilai budaya dari generasi tua kepada generasi muda, agar
nilai-nilai budaya tersebut tetap terpelihara. Dalam konteks ini, dapat dilihat
hubungan antara pendidikan dengan tradisi budaya dan kepribadian suatu
masyarakat, betapapun sederhananya masyarakat tersebut. Hal ini dapat dilihat
ketika tradisi sebagai muatan budaya senantiasa terlestarikan dalam masyarakat,
dari generasi ke generasi berikutnya. Pelestarian nilai-nilai budaya tersebut,
bagaimanapun, hanya akan mungkin terlaksana apabila ada pendukungnya secara
sinambung dari generasi ke generasi. Hubungan ini tentunya hanya akan mungkin
terjadi bila para pendukung nilai tersebut dapat menularkannya kepada generasi
penerusnya.
Transfer nilai-nilai budaya yang
paling efektif adalah melalui proses pendidikan. Dalam masyarakat model
pendididkan tersebut didasarkan pada suatu sistem yang sengaja dirancang dengan
program pendidikan secara formal. Oleh sebab itu, dalam
penyelenggaraannya di bentuk kelembagaan pendidikan formal.
Pendidikan mencakup dua
kepentingan utama, yaitu pengembangan potensi individu dan pewarisan
nilai-nilai budaya. Kedua hal ini berkaitan erat dengan pandangan hidup suatu
masyarakat atau bangsa itu masing-masing. Dengan kata lain, sistem pendidikan
bagaimanapun sederhananya mengandung karakteristik tentang jati diri
pandangan hidup masyarakat atau bangsa yang membuatnya.
Pandangan hidup yang merupakan
jati diri ini berisi nilai-nilai yang dianggap sebagai sesuatu yang secara
ideal adalah benar. Dan nilai kebenaran itu sendiri berbeda antara masyarakat
atau bangsa yang satu dengan lainnya. Nilai-nilai kebenaran yang idealis ini
disebut sebagai filsafat hidup yang dijadikan dasar dalam penyusunan sistem
pendidikan. Selain itu, nilai-nilai tersebut juga sekaligus dijadikan tujuan
yang akan dicapai dalam pelaksanaan sistem pendidikan dimaksud.
Menurutnya, walaupun manusia memiliki bakat yang baik,
kemudian dididik secara baik pula, maka hasilnya akan menjadi lebih baik bila
ada motivasi intrinsik dari peserta didik itu sendiri. Kohnstamm,
melihat bahwa faktor lingkungan belum dapat memberi hasil yang optimal bila
tidak disertai dorongan dari dalam diri peserta didik. Pendapat ini
dapat dilihat sebagai temuan yang memperkaya pemikiran tentang manusia dalam
kaitannya dengan pendidikan.
Lyotard dan Senguin pernah menemukan bocah yang sejak
kecil dipelihara oleh sekelompok serigala. Ternyata bocah
tersebut dalam kesehariannya hidup mengikuti perilaku serigala yang menjadi
lingkungan hidupnya.
Kasus yang
dijumpai oleh kedua tokoh ini terjadi di hutan Prancis selatan sekitar abad
ke-18 selanjutnya,
di India kasus
serupa pun pernah ditemui. Kemudian bocah asuhan serigala itu diselamatkan dan
dididik dilingkungan hidup manusia.
Seperti yang dikatakan Imam Bernadib, bahwa filsafat
pendidikan sebagai sistem dapat dilihat dari dua pendekatan. Pendekatan
pertama sebagai pendekatan filosofis, sebagaimana telah diuraikan terdahulu. Dalam pandangan
ini terungkap bahwa konsep pendidikan dalam berbagai aliran itu mengakui bahwa
manusia memiliki potensi untuk dididik.
Hasan Langgulung, pendidikan dalam hubungannya dengan
individu dan masyarakat, dapat dilihat dari bagaimana garis hubungannya dengan
filsafat pendidikan dan sumber daya manusia. Dari sudut pandang individu,
pendidikan merupakan usaha untuk mengembangkan potensi individu, sebaliknya
dari sudut pandang kemasyarakatan, pendidikan adalah sebagai pewaris
nilai-nilai budaya.
Tingkat perkembangan kebudayaan suatu masyarakat atau
bangsa sangat ditentukan oleh tingkat kualitas sumber daya manusia yang menjadi
pendukung nilai-nilai budaya tersebut. Pada masyarakat yang memiliki kebudayaan campuran.
Kemajuan peradaban manusia sebagian besar ditentukan oleh
IPTEK. Makin tinggi tingkat penguasaan IPTEK, makin maju pula peradaban suatu
bangsa. Juga tingkat kualitas sumber daya manusianya. Salah satu
sarana yang paling efektif dalam pengenbangan dan peningkatan kualitas sumber
daya manusia adalah pendidikan.
Sejalan dengan tersebut, disusunlah suatu sistem
pendidikan yang layak dan serasi dengan tujuan pengembangan
sumber daya manusia sebagai pendukung nilai-nilai budaya bagi peningkatan
kemajuan peradaban yang dimiliki. Kemudian agar
sistem pendidikan tersebut tetap terjaga, diperlukan adanya suatu landasan
filsafat pendidikan yang dinilai mengakar pada kepribadian bangsa itu
masing-masing.
Dalam kaitan
ini, terlihat bagaimana kaitan hubungan antara filsafat pendidikan dengan
peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Sesuatu akan dinilai benar bila ia dapat direalisasikan
dan hasilnya bermanfaat bagi kehidupan. Pemikiran ini dijadikan landasan dalam penyusunan sistem
pendidikan dan kemudian diterapkan
dalam bentuk sekolah kerja dan dinamakan sekolah masyarakat. Sekolah ini
bertujian untuk
mendidik para siswa menjadi tenaga praktis yang siap pakai dibidang keahlian
disesuaikan dengan bidang profesi yang
ada di masyarakat.
Dengan
demikian, diharapkan tamatan dari sekolah-sekolah ini akan segera mendapat
pekerjaan.
Tujuan pendidikan Indonesia mencangkup pengembangan
potensi individu yang diamanatkan oleh filsafat pendidikan pancasila. Secara individu
diharapkan peserta didik dapat memiliki kepribadian yang mencangkup keenambelas
karakteristik seperti tergambar dalam tujuan pendidikan nasional. Karakteristik
ini sekaligus merupakan aspek yang menjadi muatan dalam pengembangan kualitas
sumber daya manusia yang berlandaskan
filsafat pendidikan yang digali dari filsafat dan pandangan hidup bangsa
Indonesia.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Ø Filsafat
adalah pengetahuan-pengetahuan penyelidikan akal budi mengenai sebab-sebab,
asas-asas, hukum-hukum tentang segala sesuatu yang ada di alam semesta ini.
Ø Peranan
filsafat pendidikan dalam mengembangkan sumber daya manusia adalah semakin
tinggi daya pikir manusia maka sumber daya yang dimiliki juga semakin tinggi
pula.
B.
Saran
1.
Bagi dosen untuk dapat memberikan gambaran mengenai
filsafat dan pendididkan.
2.
Agar pembelajaran menjadi maksimal perlu adanya
partisipasi setiap mahasiswa termasuk dalam berdiskusi.
3.
Bagi semua pihak semoga makalah ini menjadi motivasi
kita untuk berlajar dan menggali ilmu.
Daftar pustaka
Nizar, Samsul. 2002.
Filsafat Pndidikan Islam. Jakarta: Ciputat Press.
Comments
Post a Comment